Tuesday, August 6, 2013


Sore menjelang malam bersapu hembusan angin sejuk di dalam ruangan Movie Room (–red). Terlihat ramai di ruangan tersebut dengan para pecinta dunia film dokumenter. Ada yang berasal dari mahasiswa ISI (Institut Seni Indonesia) Padangpanjang, wartawan media cetak, media elektronik, komunitas Ruang Warga, Forum Aktif Menulis Indonesia Padangpanjang. Serta tak lupa para pengurus Rumah Puisi Taufik Ismail dan Rumah Budaya Fadli Zon Aie Angek Cottage. Edin Hadzalic selaku pengelola Rumah Budaya Fadli Zon mengundang untuk menonton pemutaran film dokumenter “Kiamat Kecil” karya Faruk Loncarevic seorang sutradara asal Bosnia Herzegovina yang pernah mengambil S2 di STSI Bandung itu.
Kegiatan tersebut diadakan pada hari Sabtu, 3 Agustus 2013 bertempat di Aie Angek Cottage yang terletak di tepi jalan raya Padangpanjang-Bukittinggi Km 6, Aie Angek, Kab. Tanah Datar. Sekitar pukul 17.50 WIB acara dipandu oleh Muhammad Subhan. Setelah itu dilanjutkan dengan pemutaran film “Kiamat Kecil.” Film dokumenter singkat tersebut bercerita tentang kondisi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pasca dilanda Gempa besar dan Tsunami tanggal 26 Desember 2004 yang lalu. Kemudian acara dilanjutkan dengan buka puasa bersama di Kafe Aie Angek Cottage.
Sekitar pukul 19.20 WIB, acara dilanjutkan kembali dengan persembahan lagu berjudul TSUNAMI oleh seorang seniman, Muhammad Jujur kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab seputar pembuatan film dokumenter bersama senias asal Bosnia tersebut. Acara berikutnya, pemutaran film produksi mahasiswa jurusan televisi dan film ISI Padangpanjang yang berjudul “Sekolahku Hutanku.” Film dokumenter berbau pendidikan tersebut bercerita onak duri perjuangan anak-anak suku pedalaman Mentawai, Sumbar untuk menempuh lokasi pendidikan yang jauh dari lebatnya arus modernisasi saat ini. Mereka harus menyeberangi sungai dengan perahu sampan. Basah-basah menuju sekolah hutan yang sangat akrab dengan mereka demi dapat membaca, berhitung dan menulis. Beberapa guru relawan yang rela mempertaruhkan harta, jiwa dan raga mereka demi bersinarnya pendidikan di daerah suku pedalaman Mentawai tersebut.
Dengan semangat anak-anak untuk sekolahlah membuat mereka juga semangat mengajar meskipun jarang menjadi perhatian dinas pendidikan setempat. Sungguh mengharukan sekali pendidikan saat ini yang katanya sudah merata ke daerah-daerah pedalaman seperti dalam film tersebut. David Heriyanto selaku sang sutradara film tersebut menuturkan bahwa ia mendapat informasi tentang sekolah hutan tersebut di berbagai media yang ada lalu ia lakukan berbagai riset untuk menyelidiki kenyataan tersebut sehingga terciptalah sebuah film dokumenter nan menggunggah itu. (HASAN ASYHARI)