Thursday, June 19, 2014



 JP-Padang
Sepoian Angin dan terik panas matahari meraba anak-anak Adam pagi ini (Selasa, 17/06/14). Tumpukan rapi batu segi lima menadah tempat merabah diri. Ya, ya. Memang iya! Kicau kata merekah akan hendak tiba di suatu tempat nan memikat akal. Tiada berpikir medan, lukisan kata tampak berkaca pada diri. Medan penuh tanjakan, batu besar dan kecil, lumpur tanah, kayu akar, jembatan kayu dan beberan air sungai menemani perjalaan pagi hingga sore hari ini. Tempat itu adalah Air Terjun Nyarai, Lubuk Alung (LA) Kab. Padang Pariaman.

Untuk menuju air terjun itu kami mesti melewati berbagai rintangan dan tantangan. Kami yang hadir ke sana berjumlah sekitar 20 orang. Kami semua merupakan mahasiswa Praktek Lapangan Kependidikan UNP dari SMA Pembangunan Lab. UNP. Kegiatan trekking ini kami lakukan dalam rangka perpisahan sesama mahasiswa PLK dan menambah kekompakan kami. Pergi ke sana kami mula-mula berangkat sekitar jam 9-an menggunakan sepeda motor dan satu mobil sewa memindahkan tubuh kami dari kota Padang ke Kab. Padang Pariaman.

Awal kedatangan kami, kami disuguhi dengan pemandangan sebuah warung dan posko pembayaran tiket. Di depan tersorot indah baliho foto denah lokasi menuju Air Terjun Nyarai dan foto Air terjun Nyarai yang menghijau. Di sana juga ada beberapa orang petugas (pemandu wisata) dan juga administrator objek wisata alam yang sering dikunjungi pelajar dan mahasiswa tersebut. Di posko utama juga menyediakan penjualan pin cantik objek wisata Nyarai berkisaran 5.000-15.000 rupiah. Tergantung dari ukuran pin-nya.

Setelah melakukan registrasi di posko utama, kami membayar uang masuk 20 ribu rupiah/orang. Pemandu wisata mengumpulkan kami dan juga memberi arahan sebelum menuju tempat yang sangat dinanti. Kemudian kami memulai perjalanan ini. Di awal mengasyikkan dan tidak begitu terasa lelah. Namun, di tengah perjalanan mata kami selalu disoroti dengan hamparan semak, aliran air sungai kecil, aliran lubuk dan pohon-pohon yang meninggi serta   berbagai tulisan “1000 m, 2000 m, 3000 m.” Tulisan-tulisan tadi sempat membuat kami dihantui rasa pasrah dan sedikit kecewa. Tetapi pemandu wisata tetap menyemangati kami sehingga kami dituntun sampai ke Air Terjun Nyarai. Perjalanan itu kami lewati dengan berbagai tanjakan ekstrim dan penyeberangan yang menelan waktu dan jarah tempuh cukup panjang.

Selama di perjalanan, pemandu wisata juga berbagi cerita dengan kami, apa yang dilarang dan apa yang sepatutnya kami lakukan di Air Terjun Nyarai itu. Objek wisata satu ini ternyata dikelola oleh Nagari setempat. Selain itu kearifan lokal jelas tampak pada objek wisata ini. Tidak boleh mencoret dinding, menggunakan kayu untuk membuat jembatan atau tangga penyeberangan, dilarang melakukan tindakan asusila dan sebagainya. Salah seorang pemandu mengatakan, medan yang dilalui benar-benar alami seperti jembatan atau tangga yang dibuat dari kayu-kayu. Tidak terlihat kombinasi semen dan besi dalam pembuatan jembatan atau tangga kecil tersebut.

Sanksi-pun juga diberlakukan, pengunjung mencoret dinding batu di sekitaran Air Terjun Nyarai, jika ketahuan maka akan dikenai denda sesuai aturan yang berlaku di objek wisata tersebut. Selain itu rasa sadar dari guide dalam mengelola objek wisata alam itu terlihat ketika salah seorang guide mengais sampah-sampah seperti botol plastik yang bertebaran di sepanjang jalan. Kemudian dimasukkan dalam sebuah kantong plastik untuk dibuang ataupun dijual. Ketika sampai di Air Terjun Nyarai, guide tidak hanya mengawasi gerak-gerik kami dari atas. Mereka juga membersihakan batu-batu besar yang licin, sehingga lumut tidak menebali batu itu.

Usai mandi, shalat dan makan. Kami-pun pulang melewati jalan alternatif yang tak jauh beda rintangan jalannya. Bagaimana-pun juga kelelahan tadi terbayar sudah ketika kami sampai di posko utama dengan kondisi selamat. Beragam cerita juga melekati jiwa dan pikiran kami. Salam rindu Nyarai Waterfall, LA! (HA)

Thursday, June 12, 2014


JP/Padang-Hari ini (Senin, 09/06/2014) bertepatan dua hari pasca acara wisuda periode ke-100 di kampus bermotto “Alam Takambang Jadi Guru”. Forum Studi Dinamika Islam Fakultas Ilmu Sosial (FSDI FIS UNP) menggelar temu wisudawan/wati Aktivis Dakwah Kampus (ADK) FIS UNP. 

Acara yang diselenggarakan bidang humas dan media FSDI 2014 ini untuk ketiga kalinya mengadakan acara serupa. Namun, pada wisuda periode gold year ini, FSDI baru perdana menggelar acara di ruang PKM UNP yang tepat bersebelahan dengan sekretariat BEM UNP.

Para wisuda adalah ADK FIS yang merupakan alumni FSDI yang pernah aktif dalam menyemarakkan dakwah di kampus merah ini. Untuk wisuda kali ini ada empat orang ADK FIS yang diwisuda yakni Ferdo Badres, S.Pd (Sosiologi), Lika Wati, S.Pd (Sosiologi), Hasminar, S.Pd (Geografi) dan Mulya Sri Wahyuni, S.Pd (Sosiologi).

“Jangan lupa pada kehidupan di masyarakat nanti dan hendaknya juga tidak melepaskan komunikasi dengan adik-adik yang sedang berjuang di FSDI,” pesan Yon Virgo dalam kata sambutannya kepada para wisuda.

Bertema “Bapisah Bukannyo Bacarai” ini juga menghadiri Badan Pertimbangan Organisasi (BPO) FSDI. “Selamat kepada kakak kita yang sudah sukses menamatkan perkuliahannya,” ucap Piki Setri Pernantah memberi ucapan selamat kepada para wisuda.

Piki Setri Pernantah yang merupakan Duta Bahasa Harapan 1 provinsi Sumatera Barat ini juga mengusulkan pembentukan Ikatan Alumni FSDI. Dengan harapan koordinasi antara alumni dengan pengurus FSDI dapat berjalan dengan baik. “Jika di tingkat UNP, sudah ada Ikatan Alumni ADK UNP. Maka kalau bisa di FSDI juga ada ikatan seperti itu,” tuturnya yakin.

Selanjutnya, Lika Wati, S.Pd, wisudawati dari jurusan Sosiologi FIS UNP yang juga pernah menjadi bendahara umum FSDI tahun 2011 ini menuturkan berbagai pengalamannya selama bergabung di Lembaga Dakwah Fakultas Ilmu Sosial ini.

Kegiatan tersebut juga diputarkan movie maker para wisuda dimulai dari foto-foto perjalannya di FSDI hingga wisuda. Terakhir, temu ramah wisuda ditutup dengan ifthor jama’i (buka puasa sunnah). (HA)