JP/Padang-Seringnya dijumpai berbagai pemulung baik usia anak-anak, remaja, dewasa hingga orangtua di sekitaran kampus Universitas Negeri Padang (UNP) membuat
perihatin Diya Andriani dan Rahmi Gusniarti. Kedua mahasiswa jurusan Ilmu Bumi
(Geografi) UNP itu akhirnya menggagas berdirinya SLP (Sekolah Lintasan
Pelangi).
SLP juga digagas sebagai upaya mewujudkan tridharma perguruan tinggi pengabdian masyarakat dan secara tidak
langsung juga berperan mengentasi kemiskinan intelek di kota Padang. SLP merupakan sekolah informal
yang saat ini diprioritaskan bagi anak-anak yang berasal dari keluarga pemulung.
Berdasarkan wawancara dengan beberapa ibu-ibu dan anak-anak pemulung di
sekitaran kampus UNP, Air Tawar Barat diperoleh informasi adanya sebuah
komunitas pemulung di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) tepatnya di TPA Lubuk
Minturun yakni di desa Balai Gadang, Koto Tangah, Padang.
Diya dan Rahmi yang
merupakan penggagas utama SLP melakukan diskusi dengan beberapa orang mahasiswa
jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial UNP. Akhirnya, diangkatlah Agus Susanto
sebagai Ketua SLP yang beranggotakan sekitar 30 orang. Mayoritas anggotanya
berasal dari Fakultas Ilmu Sosial dan juga Fakultas Ilmu Pendidikan UNP.
Pada satu hari, Agus Susanto
dengan beberapa orang anggota SLP lainnya melakukan survei dan ditemukan
terdapat sekitar lebih kurang 100 KK (Kepala Keluarga) yang bekerja sebagai
pemulung. Di antara anak-anak mereka, ada yang bersekolah dan ada pula yang
tidak bersekolah. Mereka hanya menggantung diri pada benda hasil pungutannya.Tuntutan
ekonomi mengharuskan anak-anak pemulung membantu orangtua demi kelangsungan
hidup mereka sehari-hari. Tidak heran, hampir setiap pagi dan sore di sekitaran
kampus UNP khususnya dan Air Tawar secara umum sering terlihat ibu-ibu dan
anak-anak berpakaian compang-camping mengais sampah bekas di sekitar selokan,
tong sampah dan tumpungan sampah di tepi jalan.
SLP memiliki konsep
pembelajaran dasar seperti pelajaran-pelajaran di sekolah formal ditambah skill (keterampilan) lain-nya.
Pembelajaran dasar akan dilakukan para mentor/ tentor/ guru SLP seperti baca
tulis hitung. Kemudian pelajaran umum seperti matematika, IPA, IPS, Agama
Islam. Sementara pembelajaran skil (keterampilan)
yang nantinya diberikan seperti jurnalistik, pidato, MC (master of ceremony) dan sebagainya.
Kegiatan pembelajaran di SLP
dikategorikan berdasarkan usia dan kemampuan dari masing-masing siswa SLP.
Untuk itu, para pengurus SLP juga menjalin kerjasama dengan pihak lurah Lubuak
Minturun dalam mendata keluarga pemulung di Balai Gadang, Lubuk Minturun. Nantinya,
SLP akan dibagi menjadi 7 kelas yakni kelas merah (belajar tulis-baca), kelas
jingga (belajar berhitung), kelas kuning (belajar bahasa), kelas hijau (belajar
agama Islam), kelas biru (berkreatifitas), kelas nila (sosial), kelas ungu
(intek yang difokuskan pada alam sesuai dengan pepatah Suku Minang “baraja ka
pado alam”)
Struktur organisasi di SLP
yakni Pembimbing (Nofrion, S.Pd, M.Pd.). Ia merupakan dosen jurusan Geografi
UNP. Selain itu ia adalah penyiar dan
pembawa acara di RRI Padang. Selanjutnya Dewan Penasehat SLP, Hasan Asyhari,
Diya Andriani, Ariska Sastria Ningsih,N, Yuaffi Nazhifa dan Fitri Dahlia.
Kemudian, diketuai oleh Agus Susanto, Sekretaris 1 (Vivi Muharifa Eka Putri),
Sekretaris 2 (Vivi Yulanda Ajizah) dan bendahara (Lizya Permata Mardizan).
Dana operasional SLP direncanakan berasal dari sumbangan
anggota/sukarelawan SLP, penyebaran proposal bantuan dana ke Gubernur Sumbar,
ke Walikota Padang, ke Rektor UNP dan instansi lain-nya. Pelaksanaan kegiatan
SLP, pengurus SLP sebelumnya sudah berkoordinasi dengan Lurah Lubuk Minturun,
Ketua RT/RW dan Ketua Pemuda. Beberapa waktu ke depan, SLP akan dibuka secara
resmi oleh pihak Lurah Lubuk Minturun. Bagi yang berminat menjadi donatur
silakan menghubungi Ketua SLP, Agus Susanto (085765345371). (HA)