“Sistem dan Struktur Sosial dan Ekonomi Indonesia, Agama dan Kepercayaan”
A.
Sistem dan Struktur Sosial dan Ekonomi Indonesia
Sistem
dan Struktur Sosial Indonesia
Sistem menurut Chester A. Bernard,
adalah suatu kesatuan yang terpadu secara holistik, yang di dalamnya terdiri
atas bagian-bagian dan masing-masing bagian memiliki ciri dan batas tersendiri.
Suatu sistem pada dasarnya adalah“organisasi besar” yang menjalin berbagai
subjek (atau objek) serta perangkatkelembagaan dalam suatu tatanan tertentu.
Subjek atau objek pembentuk sebuah sistem dapat berupa orang-orang atau masyarakat,
untuk suatu sistem sosial atau sistem kemasyarakatan dapat berupa
makhluk-makhluk hidup dan benda alam,untuk suatu sistem kehidupan atau kumpulan
fakta, dan untuk sistem informasiatau bahkan kombinasi dari subjek-subjek
tersebut.
Suatu sistem sosial
pada dasarnya adalah suatu sistem daripada tindakan-tindakan. Ia terbentuk dari
interaksi sosial yang terjadi diantara berbagai individu, yang tumbuh dan
berkembang tidak secara kebetulan, melainkan tumbuh dan berkembang di atas
standar penilaian umum yang disepakati bersama oleh para anggota masyarakat.
Struktur Majemuk
Masyarakat Indonesia ada dua yaitu secara horizontal dan vertikal.
Secara horizontal ditandai dengan oleh
kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosialberdasarkan perbedaan suku bangsa, perbedaan-perbedaan
agama, adat serta daerah. Secara vertikal ditandai dengan perbedaan antara
lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.
Semakin
meluasnya pertumbuhan sektor ekonomi modern dan administrasi nasional di Indonesia, maka kontras pelapisan sosial
antara sejumlah besar orang-orang yang secara ekonomis dan politis berposisi
lemah pada lapisan bawah, dan sejumlah kecil orang-orang yang relatif kaya dan
berkuasa pada lapisan atas menjdi semakin mengeras.
Didalam struktur
ekonomi yang demikian, dua macam sector ekonomi yang sangat berbeda sekali
wataknya berhadapan satu sama lain. Sektor yang pertama berupa struktur ekonomi
modern yang secara komersial lebih bersifat canggih. Banyak bersentuhan dengan
lalu lintas perdagangan internasional, dibimbing oleh motif-motif memperoleh keuntungan yang maksimal. Kemudian sektor
yang kedua berupa struktur ekonomi pedesaan yang bersifat tradisional, yang
berorientasi kepada konservatif, dibimbing oleh motif-motif untuk memelihara
keamanan dan kelanggengan sistem yang sudah ada, tidak berminat pada
usaha-usaha untuk memperoleh keuntungan dan penggunaan sumber-sumber secara
makismal, lebih berorientasi pada motfi-motif untuk memenuhi kepuasan dan
kepentingan-kepentingan sosial daripada menanggapi rangsangan-rangsangan dari
kekuatan-kekuatan internasional, serta kurang mampu mengusahakan pertumbuhan
perdagangan secara dinamis.
Perbedaan
antara kedua sektor tersebut secara integral berakar di dalam keseluruhan
struktur masyarakat Indonesia yang mengandung perbedaan yang tajam antara
struktur masyarakat kota yang bersifat modern, dengan masyarakat pedesaan yang
bersifat tradisional. Jika sektor
ekonomi modern terutama kita jumpai di
dalam masyarakat kota, maka sektor ekonomi tradisional terutama kita jumpai di
dalam masyarakat desa. Struktur kemasyarakatan yang demikian, seperti halnya
dapat kita jumpai dikebanyakan negara-negara yang sedang berkembang. Mengikuti
lukisan Edward Shil, masyarakat yang demikian ditandai oleh adanya jurang yang
memisahkan antara sejumlah kecil orang-orang yang kaya-raya dengan sejumlah
besar warga masyarakat yang melarat, antara sejumlah kecil orang-orang yang
berpendidikan tinggi dengan sejumlah besar anggota masyarakat yang kurang
berpendidikan. Pendek kata, katanya, jurang perbedaan tersebut terjadi antara
kelompok orang-orang yang bergairah, penuh aspirasi, relatif kaya,
berpendidikan, dengan orang-orang desa yang kurang bergairah, melarat, kurang
berpendidikan, serta tidak berdaya. Barangkali lukisan Shil tersebut memang
terlalu provokatif, akan tetapi kebenarannya barang kali tidak mudah kita
ingkari pula.
B.
Agama dan Kepercayaan
Dalam masyarakat yang
sudah mapan, agama merupakan salah satu struktur institusional yang penting
yang melengkapi seluruh sistem sosial. Hindu dan Buddha telah dibawa ke
Indonesia sekitar abad kedua dan abad keempat Masehi ketika pedagang dari India
datang ke Sumatera, Jawa dan Sulawesi, membawa agama mereka. Hindu mulai
berkembang di pulau Jawa pada abad kelima Masehi dengan kasta Brahmana yang
memuja Siva. Pedagang juga mengembangkan ajaran Buddha pada abad berikut lebih
lanjut dan sejumlah ajaran Buddha dan Hindu telah memengaruhi kerajaan-kerajaan
kaya, seperti Kutai, Sriwijaya, Majapahit dan Sailendra. Sebuah candi Buddha
terbesar di dunia, Borobudur, telah dibangun oleh Kerajaan Sailendra pada waktu
yang sama, begitu pula dengan candi Hindu, Prambanan juga dibangun. Puncak
kejayaan Hindu-Jawa, Kerajaan Majapahit, terjadi pada abad ke-14 M, yang juga
menjadi zaman keemasan dalam sejarah Indonesia.
Islam
pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke-7 melalui pedagang Arab. Islam menyebar
sampai pantai barat Sumatera dan kemudian berkembang ke timur pulau Jawa. Pada
periode ini terdapat beberapa kerajaan Islam, yaitu kerajaan Demak, Pajang,
Mataram dan Banten. Pada akhir abad ke-15 M, 20 kerajaan Islam telah dibentuk,
mencerminkan dominasi Islam di Indonesia. Kristen Katolik dibawa masuk ke
Indonesia oleh bangsa Portugis, khususnya di pulau Flores dan Timor.
Kristen Protestan
pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Belanda pada abad ke-16 M dengan
pengaruh ajaran Calvinis dan Lutheran. Wilayah penganut animisme di wilayah
Indonesia bagian Timur, dan bagian lain, merupakan tujuan utama orang-orang
Belanda, termasuk Maluku, Nusa Tenggara, Papua dan Kalimantan. Kemudian,
Kristen menyebar melalui pelabuhan pantai Borneo, kaum misionarispun tiba di
Toraja, Sulawesi. Wilayah Sumatera juga menjadi target para misionaris ketika
itu, khususnya adalah orang-orang Batak, dimana banyak saat ini yang menjadi
pemeluk Protestan.
Perubahan penting terhadap
agama-agama juga terjadi sepanjang era Orde Baru. Antara tahun 1964 dan 1965, ketegangan antara
PKI dan pemerintah Indonesia, bersama dengan beberapa organisasi, mengakibatkan
terjadinya konflik dan pembunuhan terburuk pada abad ke-20. Atas dasar peristiwa
itu, pemerintahan Orde Baru mencoba untuk menindak para pendukung PKI, dengan
menerapkan suatu kebijakan yang mengharuskan semua untuk memilih suatu agama,
karena kebanyakan pendukung PKI adalah ateis. Sebagai hasilnya, tiap-tiap
warganegara Indonesia diharuskan untuk membawa kartu identitas pribadi yang
menandakan agama mereka. Kebijakan ini mengakibatkan suatu perpindahan agama
secara massal, dengan sebagian besar berpindah agama ke Kristen Protestan dan
Kristen Katolik. Karena Konghucu bukanlah salah satu dari status pengenal
agama, banyak orang Tionghoa juga berpindah ke Kristen atau Buddha.
Enam agama utama di Indonesia
Berdasarkan Penjelasan
Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan/atau Penodaan Agama pasal 1, "Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk
di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu
(Confusius)".
Indonesia merupakan
negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan 85% dari jumlah
penduduk adalah penganut ajaran Islam. Mayoritas Muslim dapat dijumpai di
wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera. Sedangkan di wilayah
timur Indonesia, persentase penganutnya tidak sebesar di kawasan barat. Sekitar
98% Muslim di Indonesia adalah penganut aliran Sunni. Sisanya, sekitar dua juta
pengikut adalah Syiah (di atas satu persen), berada di Aceh.
Sejarah Islam di
Indonesia sangatlah kompleks dan mencerminkan keanekaragaman dan kesempurnaan
tersebut kedalam kultur. Pada abad ke-12, sebagian besar pedagang orang Islam dari
India tiba di pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Hindu yang dominan beserta
kerajaan Buddha, seperti Majapahit dan Sriwijaya, mengalami kemunduran, dimana
banyak pengikutnya berpindah agama ke Islam. Dalam jumlah yang lebih kecil,
banyak penganut Hindu yang berpindah ke Bali, sebagian Jawa dan Sumatera. Dalam
beberapa kasus, ajaran Islam di Indonesia dipraktikkan dalam bentuk yang
berbeda jika dibandingkan dengan Islam daerah Timur Tengah. Ada pula sekelompok
pemeluk Ahmadiyah yang kehadirannya belakangan ini sering dipertanyakan. Aliran
ini telah hadir di Indonesia sejak 1925. Pada 9 Juni 2008, pemerintah Indonesia
mengeluarkan sebuah surat keputusan yang praktis melarang Ahmadiyah melakukan
aktivitasnya ke luar. Dalam surat keputusan itu dinyatakan bahwa Ahmadiyah
dilarang menyebarkan ajarannya.
Kristen Protestan
berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad
ke-16. Kebijakan VOC yang mereformasi Katolik dengan sukses berhasil
meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang
dengan sangat pesat pada abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para
misionaris dari Eropa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah
barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda. Pada 1965, ketika terjadi
perebutan kekuasaan, orang-orang tidak beragama dianggap sebagai orang-orang
yang tidak ber-Tuhan, dan karenanya tidak mendapatkan hak-haknya yang penuh
sebagai warganegara. Sebagai hasilnya, gereja Protestan mengalami suatu
pertumbuhan anggota. Protestan membentuk suatu perkumpulan minoritas penting di
beberapa wilayah. Sebagai contoh, di pulau Sulawesi, 17% penduduknya adalah
Protestan, terutama di Tana Toraja, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. Sekitar
75% penduduk di Tana Toraja adalah Protestan. dibeberapa wilayah, keseluruhan
desa atau kampung memiliki sebutan berbeda terhadap aliran Protestan ini,
tergantung pada keberhasilan aktivitas para misionaris.
Hindu di Indonesia
berbeda dengan Hindu lainnya di dunia. Sebagai contoh, Hindu di Indonesia, secara
formal ditunjuk sebagai agama Hindu Dharma, tidak pernah menerapkan sistem
kasta. Contoh lain adalah, bahwa Epos keagamaan Hindu Mahabharata (Pertempuran
Besar Keturunan Bharata) dan Ramayana (Perjalanan Rama), menjadi tradisi
penting para pengikut Hindu di Indonesia, yang dinyatakan dalam bentuk wayang
dan pertunjukan tari. Aliran Hindu juga telah terbentuk dengan cara yang
berbeda di daerah pulau Jawa, yang jadilah lebih dipengaruhi oleh versi Islam
mereka sendiri, yang dikenal sebagai Islam Abangan atau Islam Kejawen.
Semua praktisi agama
Hindu Dharma berbagi kepercayaan dengan banyak orang umum, kebanyakan adalah
Lima Filosofi: Panca Srada. Ini meliputi kepercayaan satu Yang Maha Kuasa
Tuhan, kepercayaan di dalam jiwa dan semangat, serta karma atau kepercayaan
akan hukuman tindakan timbal balik. Dibanding kepercayaan atas siklus kelahiran
kembali dan reinkarnasi, Hindu di Indonesia lebih terkait dengan banyak sekali
yang berasal dari nenek moyang roh. Sebagai tambahan, agama Hindu disini lebih
memusatkan pada seni dan upacara agama dibanding kitab, hukum dan kepercayaan.
Menurut sensus nasional
tahun 2000, kurang lebih dari 2% dari total penduduk Indonesia beragama Buddha,
sekitar 4 juta orang. Kebanyakan penganut agama Buddha berada di Jakarta, walaupun
ada juga di lain provinsi seperti Riau, Sumatra Utara dan Kalimantan Barat.
Namun, jumlah ini mungkin terlalu tinggi, mengingat agama Konghucu dan Taoisme
tidak dianggap sebagai agama resmi di Indonesia, sehingga dalam sensus diri
mereka dianggap sebagai penganut agama Buddha.
Agama Katolik untuk
pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera
Utara. Fakta ini ditegaskan kembali oleh (Alm) Prof. Dr. Sucipto Wirjosuprapto.
Untuk mengerti fakta ini perlulah penelitian dan rentetan berita dan kesaksian
yang tersebar dalam jangka waktu dan tempat yang lebih luas. Berita tersebut
dapat dibaca dalam sejarah kuno karangan seorang ahli sejarah Shaykh Abu Salih
al-Armini yang menulis buku "Daftar berita-berita tentang Gereja-gereja
dan pertapaan dari provinsi Mesir dan tanah-tanah di luarnya". yang memuat
berita tentang 707 gereja dan 181 pertapaan Serani yang tersebar di Mesir,
Nubia, Abbessinia, Afrika Barat, Spanyol, Arabia, India dan Indonesia.
Dengan terus dilakukan
penyelidikan berita dari Abu Salih al-Armini kita dapat mengambil kesimpulan
kota Barus yang dahulu disebut Pancur dan saat ini terletak di dalam Keuskupan
Sibolga di Sumatera Utara adalah tempat kediaman umat Katolik tertua di
Indonesia. Di Barus juga telah berdiri sebuah Gereja dengan nama Gereja Bunda
Perawan Murni Maria (Gereja Katolik Indonesia seri 1, diterbitkan oleh KWI)
Agama Katolik mulai
berkembang di Jawa Tengah ketika Frans van Lith menetap di Muntilan pada 1896
dan menyebarkan iman Katolik kepada rakyat setempat. Mulanya usahanya tidak
membawa hasil yang memuaskan, hingga tahun 1904 ketika empat kepala desa dari
daerah Kalibawang memintanya menjelaskan mengenai Katolik. Pada 15 Desember
1904, sebanyak 178 orang Jawa dibaptis di Semagung, Muntilan, Magelang.
Pada tahun 2006, 3%
dari penduduk Indonesia adalah Katolik, lebih kecil dibandingkan para penganut
Protestan. Mereka kebanyakan tinggal di Papua dan Flores. Selain di Flores,
kantung Katolik yang cukup signifikan adalah di Jawa Tengah, yakni kawasan
sekitar Muntilan, Magelang, Klaten, serta Yogyakarta. Selain masyarakat Jawa,
iman Katolik juga menyebar di kalangan warga Tionghoa-Indonesia.
Agama Konghucu berasal
dari Cina daratan dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran.
Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan
Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitikberatkan pada
kepercayaan dan praktik yang individual, lepas daripada kode etik melakukannya,
bukannya suatu agama masyarakat yang terorganisir dengan baik, atau jalan hidup
atau pergerakan sosial. Di era 1900-an, pemeluk Konghucu membentuk suatu organisasi,
disebut Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) di Batavia (sekarang Jakarta).
Setelah kemerdekaan
Indonesia di tahun 1945, umat Konghucu di Indonesia terikut oleh beberapa
huru-hara politis dan telah digunakan untuk beberapa kepentingan politis. Pada
1965, Soekarno mengeluarkan sebuah keputusan presiden No. 1/Pn.Ps/1965
1/Pn.Ps/1965, di mana agama resmi di Indonesia menjadi enam, termasuklah
Konghucu. Pada awal tahun 1961, Asosiasi Khung Chiao Hui Indonesia (PKCHI),
suatu organisasi Konghucu, mengumumkan bahwa aliran Konghucu merupakan suatu
agama dan Confucius adalah nabi mereka.
Tahun 1967, Soekarno
digantikan oleh Soeharto, menandai era Orde Baru. Di bawah pemerintahan
Soeharto, perundang-undangan anti Tiongkok telah diberlakukan demi keuntungan
dukungan politik dari orang-orang, terutama setelah kejatuhan PKI, yang diklaim
telah didukung oleh Tiongkok. Soeharto mengeluarkan instruksi presiden No.
14/1967, mengenai kultur Tionghoa, peribadatan, perayaan Tionghoa, serta
menghimbau orang Tionghoa untuk mengubah nama asli mereka. Bagaimanapun,
Soeharto mengetahui bagaimana cara mengendalikan Tionghoa Indonesia, masyarakat
yang hanya 3% dari populasi penduduk Indonesia, tetapi memiliki pengaruh
dominan di sektor perekonomian Indonesia. Pada tahun yang sama, Soeharto menyatakan
bahwa “Konghucu berhak mendapatkan suatu tempat pantas di dalam negeri” di
depan konferensi PKCHI.
Pada tahun 1969, UU No.
5/1969 dikeluarkan, menggantikan keputusan presiden tahun 1967 mengenai enam
agama resmi. Namun, hal ini berbeda dalam praktiknya. Pada 1978, Menteri Dalam
Negeri mengeluarkan keputusan bahwa hanya ada lima agama resmi, tidak termasuk
Konghucu. Pada tanggal 27 Januari 1979, dalam suatu pertemuan kabinet, dengan
kuat memutuskan bahwa Konghucu bukanlah suatu agama. Keputusan Menteri Dalam
Negeri telah dikeluarkan pada tahun 1990 yang menegaskan bahwa hanya ada lima
agama resmi di Indonesia.
Karenanya, status
Konghucu di Indonesia pada era Orde Baru tidak pernah jelas. De jure,
berlawanan hukum, di lain pihak hukum yang lebih tinggi mengizinkan Konghucu,
tetapi hukum yang lebih rendah tidak mengakuinya. De facto, Konghucu tidak
diakui oleh pemerintah dan pengikutnya wajib menjadi agama lain (biasanya
Kristen atau Buddha) untuk menjaga kewarganegaraan mereka. Praktik ini telah diterapkan
di banyak sektor, termasuk dalam kartu tanda penduduk, pendaftaran perkawinan,
dan bahkan dalam pendidikan kewarga negaraan di Indonesia yang hanya
mengenalkan lima agama resmi.
Setelah reformasi
Indonesia tahun 1998, ketika kejatuhan Soeharto, Abdurrahman Wahid dipilih
menjadi presiden yang keempat. Wahid mencabut instruksi presiden No. 14/1967
dan keputusan Menteri Dalam Negeri tahun 1978. Agama Konghucu kini secara resmi
dianggap sebagai agama di Indonesia. Kultur Tionghoa dan semua yang terkait
dengan aktivitas Tionghoa kini diizinkan untuk dipraktekkan. Warga Tionghoa
Indonesia dan pemeluk Konghucu kini dibebaskan untuk melaksanakan ajaran dan
tradisi mereka. Beberapa agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia antara
lain:
Yahudi
Terdapat komunitas
kecil Yahudi yang tidak diakui di Jakarta dan Surabaya. Pendirian Yahudi awal
di kepulauan ini berasal dari Yahudi Belanda yang datang untuk berdagang
rempah. Pada tahun 1850-an, sekitar 20 keluarga Yahudi dari Belanda dan Jerman
tinggal di Jakarta (waktu itu disebut Batavia). Beberapa tinggal di Semarang
dan Surabaya. Beberapa Yahudi Baghdadi juga tinggal di pulau ini. Pada tahun
1945, terdapat sekitar 2.000 Yahudi Belanda di Indonesia. Pada tahun 1957,
dilaporkan masih ada sekitar 450 orang Yahudi, terutama Ashkenazim di Jakarta
dan Sephardim di Surabaya. Komunitas ini berkurang menjadi 50 pada tahun 1963.
Pada tahun 1997, hanya terdapat 20 orang Yahudi, beberapa berada di Jakarta dan
sedikit keluarga Baghdadi di Surabaya.
Yahudi di Surabaya
memiliki sinagoga. Mereka hanya sedikit hubungan dengan Yahudi di luar
Indonesia. Tidak ada pelayanan yang diberikan pada sinagoga. Sinagoga ini telah
ditutup oleh umat Muslim yang menentang Perang Gaza 2008-2009. Satu-satunya
sinagoga yang masih tersisa terletak di luar kota Manado, yang dihadiri oleh
sekitar 10 orang.
Baha'i
Di Indonesia hadir
sejumlah pemeluk agama Baha'i. Berapa jumlah mereka sebenarnya tidak diketahui
dengan pasti karena seringkali mereka mengalami tekanan dan penolakan dari
masyarakat sekitarnya. Salah satu penganut agama Baha'i yang diketahui secara
terbatas adalah belasan penganut di sebuah wilayah di Kota Samarinda,
Kalimantan Timur.
Kristen Ortodoks
Meskipun Kristen
Ortodoks sudah hadir di Indonesia melalui kaum Non-Kalsedon di Sumatera pada
abad ke-7, baru pada abad ke-20 Gereja ini hadir dengan resmi. Ada dua kelompok
Ortodoks di Indonesia, yaitu Gereja Ortodoks Yunani, dan Gereja Ortodoks Siria
yang berkiblat ke Antiokhia.
Kejawen
Kata “Kejawen” berasal
dari kata Jawa, sebagai kata benda yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia
yaitu segala yg berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa (Kejawaan).
Penamaan "kejawen" bersifat umum, biasanya karena bahasa pengantar
ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks umum, kejawen merupakan bagian
dari agama lokal Indonesia. Seorang ahli antropologi Amerika Serikat, Clifford
Geertz pernah menulis tentang agama ini dalam bukunya yang ternama The Religion
of Java atau dalam bahasa lain, Kejawen disebut "Agami Jawi". Kejawen
dalam opini umum berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap serta
filosofi orang-orang Jawa. Kejawen juga memiliki arti spiritualistis atau
spiritualistis suku Jawa.
Penganut ajaran kejawen
biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertian seperti
agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai
seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku
(mirip dengan "ibadah").
Simbol-simbol
"laku" biasanya melibatkan benda-benda yang diambil dari tradisi yang
dianggap asli Jawa, seperti keris, wayang, pembacaan mantera, penggunaan
bunga-bunga tertentu yang memiliki arti simbolik, dan sebagainya. Akibatnya
banyak orang (termasuk penghayat kejawen sendiri) yang dengan mudah
mengasosiasikan kejawen dengan praktik klenik dan perdukunan.
Ajaran-ajaran kejawen
bervariasi, dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama pendatang, baik
Hindu, Buddha, Islam, maupun Kristen. Gejala sinkretisme ini sendiri dipandang
bukan sesuatu yang aneh karena dianggap memperkaya cara pandang terhadap
tantangan perubahan zaman.
Daftar Pustaka:
Nasikun. 2009. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT Rajawali Pers.
http://google.co.id/Agama
dan Kepercayaan Indonesia.diakses tanggal 22 Februari
2012.
http://google.co.id/agama
di Indonesia.diakses tanggal 22 Februari 2012.
0 comments:
Post a Comment