Thursday, March 15, 2018

Artikel: Hari Bahasa Ibu, Perkokoh Kearifan Lokal Indonesia


Hari Bahasa Ibu,  Perkokoh Kearifan Lokal Indonesia

Oleh:
Hasan Asyhari, S.Pd., Gr.
(Guru Sosiologi SMA IT Gema Nurani Bekasi)



Bahasa merupakan salah satu unsur budaya universal seperti yang dikemukakan oleh seorang antropolog bernama C. Kluckhohn. Dalam karyanya yang berjudul Universal Categories of Culture dan terbit tahun 1953, beliau menempatkan bahasa sebagai budaya universal. Walau seprimitif kebudayaan suatu masyarakat, tetap memiliki unsur bahasa. Yang membedakannya adalah tingkat kekompleksitasnya. Semakin modern kebudayaan suatu masyarakat, maka semakin berkembang bahasanya. Bahasa yang berkembang itu juga menentukan sikap masyarakat dalam bertingkah laku. Bahasa di dunia sangatlah banyak. Mulai dari bahasa internasional hingga bahasa tradisional, itu lah yang dikenal dengan bahasa ibu atau bahasa daerah tempat lahir hingga dewasa yang dialami seseorang. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menjaga agar bahasa ibu tetap ada, salah satunya melalui peringatan hari bahasa ibu internasional.

Hari Bahasa Ibu Internasional (International Mother’s Language Day). Masih banyak orang yang belum tahu akan momen peringatan tersebut. Masyarakat Indonesia terkhusus pegiat media sosialpun masih banyak yang tercengang. Saat penulis mengunggah di status whatapps yang pamflet online tentang peringatan hari bahasa Ibu yang diposting admin Instagram @Kemdikbdud.ri melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Ada beberapa teman di kontak  whatapps yang bertanya, kemudian penulis menjawab sepengetahuan penulis. Momen peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional tepat digelar tanggal 21 Februari kemarin di seluruh penjuru dunia. Hari Bahasa Ibu Internasional sudah sejak 17 November 1999 ditetapkan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).

Sebagaimana dilansir dari http://citizen6.liputan6.com., momen peringatan hari Bahasa Ibu Internasional dilatarbelakangi pada tragedi tanggal 21 Februari 1952, mahasiswa dan masyarakat di Bengali Timur (sekarang Bangladesh) turun ke jalan untuk memprotes peminggiran bahasa Bengali oleh pemerintah pusat Pakistan yang hanya mengakui bahasa Urdu. Sejumlah mahasiswa tewas menjadi korban kekerasan aparat dalam gerakan bahasa tersebut. Karena itulah, UNESCO memilih tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. Lewat peringatan tersebut, UNESCO tahun ini mengulangi kembali komitmennya terhadap keragaman bahasa dan mengundang negara-negara anggotanya untuk merayakannya sebanyak mungkin. Hal tersebut juga sebagai pengingat bahwa keragaman bahasa dan multilingualisme sangat penting untuk pembangunan berkelanjutan. Itu sekilas sejarah kemunculan istilah peringatan hari bahasa ibu internasional. Banyak negara yang memperingatinya sebagai wujud rasa empati terhadap peristiwa tersebut, terkhusus di Indonesia.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas ratusan suku bangsa baik besar maupun kecil. Keberagaman suku bangsa membuat Indonesia memiliki bahasa yang beragam pula. Bahasa sebagai alat komunikasi antar anggota masayarakat dalam suku bangsa tersebut. Sebut saja Bahasa gayo di Aceh, bahasa Minang di Sumatera Barat, bahasa batak di Sumatera Utara, bahasa Sunda di jawa Barat, bahasa betawi di DKI Jakarta, bahasa Jawa di Jawa Tengah dan Jawa Timur, hingga bahasa Papua di Papua. Selain dari bahasa umum tiap daerah atau provinsi, tiap sub suku bangsapun memiliki bahasa dengan pemaknaan yang berbeda. Seperti di Sumatera Barat, ada yang memaknai cape atau lelah atau letih dengan sebutan “litak.” Namun, di daerah lain di Sumbar kata “litak” berarti lapar (belum makan). Adanya perbedaan makna dalam bahasa tiap suku bangsa dan daerah di Indonesia, menunjukkan keunikan budaya lokal yang dikemas dalam konsep “multilingualistik atau multilingualisme.” Perbedaan makna dalam bahasa ini juga menentukan sikap berperilaku masyarakat setempat. Ketika masyarakat menafsirkan “litak” sebagai lapar, sebagian masyarakat menafsirkan “litak” sebagai letih atau lelah. Bukti lain, di Papua dengan bahasa umum Papua menyebut saya dengan sebutan “sa atau za,” kata pergi dengan sebutan “pi.” Bahasa-bahasa seperti itu yang perlu dilestarikan sehingga tidak punah di makan zaman. Penggunaan bahasa ibu di tiap lingkup keluarga, membuktikan bahwa keluarga salah satu agen pewaris bahasa Ibu.

Fenomena miris penggunaan bahasa ibu juga cenderung terjadi di daerah perantauan. Kerika si anak dilahirkan di daerah rantauan, tinggal dan besar di daerah rantauan. Kemirisan terjadi ketika orangtua tidak mau mengajari bahasa daerah (ibu) di dalam keluarga di rumah.  Dengan begitu, jelas si anak tidak bisa mengenal bahasa ibunya. Namun, sebagian keluarga di perantauan, masih menggunakan bahasa ibu terhadap anak-anaknya di rumah. Walau logat bahasa Ibu tidak begitu kental, tapi setidaknya sudah mampu menanamkan nilai-nilai kearifan bahasa lokal pada diri si anak. 

Fenomena peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional di Indonesia. Sebagaimana yang saya lansir dari website Tribun Jateng. Di Karang Taruna RW 03, Jatiwayang, Kelurahan Ngemplak, Simongan, Kota Semarang menggelar kegiatan peringatan hari bahasa ibu internasional.. Kegiatan tersebut bertajuk “bahasa Ibu Ora Wagu.” Dalam kegiatan tersebut, panitia acara menyuguhkan pertunjukan kepada anak-anak sekitar dengan bahasa Jawa. Melalui pertunjukan tersebut akan dapat merangsang anak-anak mengenal kembali bahasa daerahnya. Bahasa Ibu memiliki nilai yang sangat kuat di masyarakat. Mengenalkan budaya dan bahasa Ibu  ke anak-anak dianggap sangat perlu dilakukan. Mengingat perkembangan arus globalisasi, ketika tidak diimbangi penanaman budaya (bahasa) lokal, bisa membuat bahasa tersebut hilang begitu saja. Serta bisa jadi anak-anak kehilangan ruh untuk menggali dan menggunakan bahasa lokal tersebut.  Pentingnya budaya bagi masyarakat Jawa, seperti  saling menghormati. Ewuh pewekuh, tepo seliro, empan mapan merupakan budaya yang melekat sudah lama yang harus diterapkan dan dilakukan. Makna dari istilah Jawa tersebut adalah dalam hidup harus saling bertoleransi sesame manusia lain.
 
            Dengan begitu momen peringatan hari bahasa ibu internasional, membuat orang kembali sadar akan bahasa ibu atau bahasa lokal setempat yang konon dianggap biasa, namun sangat berharga demi masa depan bangsa Indonesia sehingga kearifan budaya lokal Indonesia terutama bahasa ibu dapat kokoh di tengah pesatnya pengaruh zaman.

0 comments:

Post a Comment