Pengaruh Perilaku Pacaran terhadap Motivasi Belajar Remaja SMA
Oleh:
Hasan Asyhari / 16228
ABSTRAK
A.PENDAHULUAN
Pacaran, siapa orang yang tidak tahu dengan istilah pacaran. Zaman sekarang siswa SD dan murid-murid Taman Kanak-kanak pun sudah pintar memaknai istilah ini. Istilah ini dapat diartikan sebagai sebuah proses yang lebih dikenal dengan proses penjajakan antara lawan jenis. Penjajakan tersebut meliputi banyak aspek dari orang yang akan dijajaki, baik terkait faktor fisik maupun non fisik. Jika lawan jenis yang diajak pacaran tidak dirasa cocok dan memenuhi kriteria yang diinginkan, maka cita-cita selanjutnya adalah ingin hidup bersama orang yang dipacari tadi. Itu adalah tujuan yang dianggap paling mulia dari proses pacaran. Namun, pacaran memiliki banyak aspek keburukan. Ada orang berpacaran hanya untuk memenuhi hasrat nafsu, biasanya ini terjadi dikalangan remaja termasuk siswa SMA. (http://www.google.co.id. diakses tanggal 23 Maret 2011).
Istilah pacaran ini dulu sangatlah asing dan tidak dikenal oleh para remaja seperti sekarang ini, namun pada dewasanya pacaran sudah merebak bak jamur di musim penghujan baik itu dalam lingkup kota maupun desa pada kalangan remaja di abad ini. Para remaja ini seolah membuat suatu tradisi kebudayaan baru yang dalam hal ini mengusung pacaran sebagai suatu budaya pada masanya.
Sebenarnya mungkin itu adalah suatu kewajaran yang biasa dalam pergaulan remaja kini bahkan pacaran ini sekarang dianggap sebagai suatu kewajiban dalam prosesi pergaulan mereka. Padahal ketika dahulu prosesi pacaran ini tidaklah ada bahkan khususnya di Indonesia , pacaran itu dianggap sebagai suatu hal yang dianggap tabu dan bahkan sangat dilarang karena tidak sejalan dengan nilai dan norma khususnya dalam pandangan agama yang pada saat ini sifatnya sangat mengikat kuat terhadap masyarakat. (http://priel12’sblog.com.diakses tanggal 12 Maret 2011).
Dalam pacaran ini banyak remaja yang terbawa arus dalam melakukan hubungan dengan lawan jenisnya ini. Munculnya berbagai pola perilaku pacaran yang dilakukan remaja. Seperti berciuman, berpegangan bahkan melakukan hubungan seksual sekalipun. Hal ini tentu sangat berdampak negatif terhadap remaja itu sendiri apalagi remaja itu masih dalam menempuh tahap pendidikan dimana mereka adalah harapan bagi orang tua mereka. Banyaknya kasus remaja yang hamil di luar nikah adalah salah satu dampak negatif dari perilaku pacaran yang dilakukan oleh remaja. Selain itu, juga berpengaruh terhadap motivasi belajar remaja dalam menempuh pendidikannya.
Di sisi lain pacaran ini membawa pengaruh yang positif bagi remaja yang bisa membatasi pacarannya. Sebagian remaja yang pintar akan menjadikan pacaran sebagai motivasi bagi mereka dalam belajar di sekolah. Mereka bisa berbagi ilmu satu sama lain. Dan juga bisa meningkatkan prestasi mereka baik prestasi akademik maupun nonakademik. Tidak sedikit remaja yang menjadikan pacaran sebagai aji mumpung dalam meningkatkan potensi diri yang mereka miliki, karena mereka percaya bahwa ada yang mendukungnya dari belakang. Ada juga orang-orang yang akan terpicu semngatnya karena merasa gengsi dan malu pada pasangannya jika diketahui hasil belajarnya buruk. Akibatnya siswa ini akan terpicu semangat belajarnya untuk meningkatkan prestasi. Remaja yang menjadikan pacaran sebagi pelampias nafsu, akan berujung pada seks. (http://www.google.co.id diakses tanggal 12 Maret 2011).
Banyak beredar di berbagai media masa menyangkut kasus dari perilaku pacaran yang dilakukan remaja SMA yang berbuah tidak menyenangkan di kalangan masyarakat. Salah satunya data penelitian dari Rita Damayanti, Rita meneliti 8.941 pelajar dari 119 SMA sederajat di Jakarta . Ada beberapa pola pacaran yang dilakukan remaja SMA di Jakarta antara lain berciuman bibir, meraba-raba dada, menggesekkan alat kelamin (petting) hingga berhubungan seks. Jika kita lihat tiga dari beberapa pola pacaran dengan mulai dari urutan persentase tertinggi yaitu Ngobrol, Curhat 95,7%, Pegangan tangan 67,9%, berangkulan 49%, berpelukan 38,0 %, berciuman pipi 40,4%, berciuman bibir 20,5%, meraba-raba dada 13,5%, meraba alat kelamin 7,2%, menggesek kelamin 4,5%, melakukan seks oral 3,3%, dan hubungan seks 3,2 %. (http://www.google.co.id diakses tanggal 13 Maret 2011).
Dan juga data dari BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) pada November 2010 lalu, sebanyak 51% remaja di kawasan Jakarta telah melakukan seks pranikah. Data tersebut tidak berbeda jauh dengan data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Pada bulan Juni 2010 lalu, Komnas PA pernah merilis data bahwa 62,7 persen remaja di Indonesia sudah tidak perawan. (http://www.google.co.id diakses tanggal 13 Maret 2011).
Dari data tersebut juga tergambar bahwa laki-laki lebih agresif daripada perempuan. Data tersebut mewakili pola perilaku pacaran yang dilakukan remaja di kota besar. Tidak dipungkiri persentase tersebut melebihi data pola perilaku pacaran di pedesaan. Hal itu jelas menggambarkan degradasi moral remaja saat ini dan kurangnya pengetahuan akan agama tiap individu yang berpacaran.
Berdasarkan hal yang tertera di atas, maka pertanyaan dari tulisan ini adalah sebagai berikut : (1) Apakah alasan remaja SMA berpacaran ? (2) Apa saja bentuk-bentuk perilaku pacaran yang dilakukan remaja SMA ? (3) Bagaimanakah pengaruh perilaku pacaran terhadap motivasi belajar remaja SMA ? (4) Bagaimana solusi terhadap pengaruh perilaku pacaran remaja SMA ?
B. PEMBAHASAN
Pacaran, satu kata yang mengandung banyak arti bagi yang pernah melakukannya. Zaman sekarang siswa SD dan murid-murid Taman Kanak-kanak pun sudah pintar memaknai istilah ini. Istilah ini dapat diartikan sebagai sebuah proses yang lebih dikenal dengan proses penjajakan antara lawan jenis. Penjajakan tersebut meliputi banyak aspek dari orang yang akan dijajaki, baik terkait faktor fisik maupun non fisik. Jika lawan jenis yang diajak pacaran tidak dirasa cocok dan memenuhi kriteria yang diinginkan, maka cita-cita selanjutnya adalah ingin hidup bersama orang yang dipacari tadi. Itu adalah tujuan yang dianggap paling mulia dari proses pacaran. Namun, pacaran memiliki banyak aspek keburukan. Ada orang berpacaran hanya untuk memenuhi hasrat nafsu, biasanya ini terjadi dikalangan remaja termasuk siswa SMA.
Istilah pacaran ini dulu sangatlah asing dan tidak dikenal oleh para remaja seperti sekarang ini, namun pada dewasanya pacaran sudah merebak bak jamur di musim penghujan baik itu dalam lingkup kota maupun desa pada kalangan remaja di abad ini. Para remaja ini seolah membuat suatu tradisi kebudayaan baru yang dalam hal ini mengusung pacaran sebagai suatu budaya pada masanya. Jika mereka tidak paham dengan dampak berpacaran itu sendiri maka bisa berujung pahit terhadap masa depan mereka. ( http://priel12’sblog.com.diakses tanggal 12 Maret 2011).
1. ALASAN REMAJA SMA BERPACARAN
Pacaran sangat akrab dengan kehidupan remaja. Pacaran menurut remaja adalah suatu ikatan perasaan cinta dan kasih antara dua individu yakni laki-laki dan perempuan untuk menjalin suatu hubungan yang lebih dekat, pada esensinya untuk saling mengenal lebih jauh untuk menuju proses upacara sakral (menikah) atau untuk mencari pasangan hidup yang dianggap cocok. Bisa saja remaja melakukan hubungan pacaran karena adanya tujuan agar bisa bekerja sama untuk menyelesaikan tugas di sekolah. (Jones,1996:3).
Remaja memiliki berbagai atau beragam alasan kenapa mereka berpacaran. Ada berbagai alasan remaja berpacaran diantaranya: pacaran bisa meningkatkan semangat belajar; pacaran diakui mampu menghilangkan kejenuhan atau membuat hidup lebih hidup; pacaran juga untuk mengetahui pribadi pasangan dari yang dicintainya agar kalau menikah tidak perlu ragu-ragu lagi; pacaran pun diyakini bisa membawa rezeki nomplok; bahkan ada yang mengaku sekadar iseng doang serta pacaran untuk menemukan cinta sejati untuk memilah dan memilih siapa pasangan yang oke.
( http://priel12’sblog.com.diakses tanggal 12 Maret 2011).
Pada perkembangannya pacaran pada zaman sekarang sudah merupakan suatu mode, bila seorang belum pernah pacaran bisa dikatakan ketinggalan zaman. Hal itulah yang membuat remaja membangun persepsi bahwa wajibnya pacaran bagi remaja. Terkait lingkungan sosial yang terjadi, ternyata pacaran sendiri sebenarnya sudah diperkenalkan kepada para remaja antara lain karena pengaruh keluarga khususnya keluarga perkotaan. Dimana sebagian orang tua menganggap jika ingin mendaptkan pasangan hidup yang cocok sebaiknya harus saling mengenal secara lebih intim untuk mengetahui sifat-sifatnya seperti apa, apakah akan sejalan dan cocok maka diperlukan suatu proses yang dinamakan pacaran. (http://priel12’sblog.com.diakses tanggal 12 Maret 2011).
Pacaran ini sangat dipengaruhi oleh media sebagai hasil teknologi yang menyebabkan proses asimilasi menjadi mudah karena lingkup asimilasi menjangkau pada ideologi dan budaya setiap individu dengan kemungkinan waktu bersamaan secara kumulatif atau menyeluruh, sehingga terjadilah anggapan ataupun pandangan remaja mengenai pacaran sebagai prosesi kehidupan yang harus dicoba dan dilalui.
Sebuah ungkapan “jangan beli kucing dalam karung” nampaknya menjadi alasan klasik untuk membenarkan pacaran.“Biarkan remaja menentukan nasib hidupnya dengan menentukan pasangan yang tepat. Biarkan mereka mengenali pasangannya tanpa interpensi orang tua. Zaman kini telah berubah bukan zaman batu lagi, anak-anak tidak boleh dikekang. Kini bukan zaman Siti Nurbaya, jodoh itu harus ditangan anak sendiri. Sudah menjadi tuntutan zaman jika remaja itu asyik senang-senang.” Ungkapan-ungkapan tersebut menjadi trend di era masa kini. Sungguh ungkapan yang tidak bertanggung jawab. Zaman ini sudah menjadi kambing hitam, kebrobrokan moral dianggap zamannya, zina itu modern dan pacaran itu trend. Orang tua masa kini membukakan pintu selebar-lebarnya untuk kemaksiatan. Akibatnya tidak sedikit remaja mereka melakukan zina justru di rumah orang tuanya sendiri. Jika hamil orang tua seolah bangga dan segera mempestakan anaknya dengan pesta pernikahan yang meriah. Sungguh perilaku yang tidak berorientasi pada akhirat. (Alghifari,2006:12-15).
Pacaran dianggapnya upaya mengenali si pacar. Padahal pacaran adalah saat-saat paling munafik dalam kehidupan seseorang. Munafik karena masing-masing akan berusaha menutupi kelemahannya dan dengan ponggahnya menampakkan kelebihan masing-masing bahkan hal tidak lebih pun ditonjol-tonjolkan. Itulah pacaran, saat remaja mulai menjadi pembohong besar. Rayuan gombal berkali-kali dilontarkan. Segudang janji menjadi hal yang teramat murah, “bulan madu ke awan biru, dalamnya lautan akan kuselami, luasnya samudera akan kuseberangi, belahlah dadaku, hidupku untukmu semuanya, dihatiku hanya ada kamu, cintaku tak akan lapuk, aku rela mati demi cintaku danlain-lain.”Adalah ungkapan-ungkapan yang sesungguhnya bohong.
(Alghifari,2006:16-17).
Alasan remaja berpacaran antara lain: untuk menambah kedewasaan berpikir, untuk menambah masalah-masalah dalam kehidupan yang berguna untuk pengembangan kedewasaan, untuk mencari jati diri yang sebenarnya, untuk membawa secercah kebahagiaan yang kadang tidak didapatkan dirumah dan oleh teman, untuk mempelajari tentang lawan jenis.(http://www.pacaranremaja.com.diakses tanggal 26 Maret 2011).
2. BENTUK-BENTUK PERILAKU PACARAN REMAJA SMA
Ada beberapa pola atau bentuk perilaku pacaran yang dilakukan remaja SMA antara lain berciuman bibir, meraba-raba dada, menggesekkan alat kelamin (petting). Ada beberapa pola pacaran dengan mulai dari urutan persentase tertinggi yaitu Ngobrol, Curhat, Pegangan tangan, berangkulan, berpelukan, berciuman pipi, berciuman bibir, meraba-raba dada, meraba alat kelamin, menggesek kelamin, melakukan seks oral dan hubungan seks.
Banyak beredar di berbagai media masa menyangkut kasus dari perilaku pacaran yang dilakukan remaja SMA yang berbuah tidak menyenangkan dikalangan masyarakat. Salah satunya data penelitian dari Rita Damayanti, Rita meneliti 8.941 pelajar dari 119 SMA sederajat di Jakarta. Ada beberapa pola pacaran yang dilakukan remaja SMA di Jakarta antara lain berciuman bibir, meraba-raba dada, menggesekkan alat kelamin (petting) hingga berhubungan seks. Disini tergambar beberapa pola pacaran mulai dari urutan persentase tertinggi yaitu Ngobrol, Curhat 95,7%, Pegangan tangan 67,9%, berangkulan 49%, berpelukan 38,0 %, berciuman pipi 40,4%, berciuman bibir 20,5%, meraba-raba dada 13,5%, meraba alat kelamin 7,2%, menggesek kelamin 4,5%, melakukan seks oral 3,3%, dan hubungan seks 3,2 %. (http://www.google.co.id diakses tanggal 13 Maret 2011).
Dan juga data dari BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) pada November 2010 lalu, sebanyak 51% remaja di kawasan Jakarta telah melakukan seks pranikah. Data tersebut tidak berbeda jauh dengan data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Pada bulan Juni 2010 lalu, Komnas PA pernah merilis data bahwa 62,7% remaja di Indonesia sudah tidak perawan. (http://www.google.co.id diakses tanggal 13 Maret 2011).
Dari data penelitian di atas tergambar bentuk-bentuk perilaku pacaran yang dilakukan remaja SMA zaman sekarang. Tidak sedikit kemungkinan persentase tersebut melebihi persentase bentuk-bentuk perilaku pacaran di kota-kota besar lainnya.
3. PENGARUH PERILAKU PACARAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR
REMAJA SMA
Pengaruh Pacaran terhadap motivasi belajar siswa memang cukup berarti. Pacaran, siapa orang yang tak tahu dengan istilah satu ini. Zaman sekarang siswa SD dan murid-murid Taman Kanak-kanak pun sudah pintar memaknai istilah ini. Istilah ini dapat diartikan sebagai sebuah proses yang lebih dikenal dengan proses penjajakan antara lawan jenis. Penjajakan tersebut meliputi banyak aspek dari orang yang akan dijajaki, baik terkait faktor fisik maupun non fisik. Jika lawan jenis yang diajak pacaran tadi dirasa cocok dan memenuhi kriteria yang diinginkan, maka cita-cita selanjutnya adalah ingin hidup bersama bersama orang yang dipacari tadi. Itu adalah tujuan yang dianggap paling mulia dari proses pacaran. (http://www.google.co.id. diakses tanggal 23 Maret 2011).
Pacaran juga memiliki banyak aspek keburukan. Ada orang yang berpacaran hanya untuk memenuhi hasrat nafsu, biasanya ini terjadi di kalangan remaja termasuk para siswa. Secara fisik dan materi sangat-sangat belum siap untuk menikah dan membangun rumah tangga, namun karena terikut dengan trend berpacaran, akhirnya para remaja pun menjalani proses.
Ada sebagian orang yang tampak meningkat proses belajarnya saat menjalin hubungan pacaran dengan orang yang dikasihinya. Misalnya saja para siswa yang menjalin hubungan pacaran dengan teman sekelasnya. Ada orang-orang yang akan terpicu semangatnya oleh karena merasa gengsi dan malu pada pasangannya jika diketahui hasil belajarnya buruk. Akibatnya siswa ini akan terpicu semangat belajarnya untuk meningkatkan prestasi. Ada orang menyebutkan bahwa pacaran adalah aktivitas yang berisi tawa dan air mata. Artinya pacaran itu tak selamanya membuat orang yang menjalaninya akan gembira, tapi suatu masa ia pun akan sangat bersedih.Hal itu disebabkan karena pacaran adalah jalinan hubungan yang tidak sah dan diakui, hingga wajar saja jika salah seorang yang menjalaninya melakukan pengkhianatan. Dan terjadilah perasaan sedih dan derita. Pada kondisi ini tak jarang para siswa yang mengalami frustasi dan akhirnya malas belajar. Dampak buruk dari pacaran pun tak bisa dihindari, banyak orang yang malas belajar hanya karena pikirannya merasa terganggu dengan hubungan yang dijalaninya. (http://www.pacaranremaja.com. diakses tanggal 26 Maret 2011).
Bagaimanapun setiap orang tua menganggap bahwa pengaruh pacaran terhadap prestasi belajar anak-anak mereka akan memberi dampak buruk. Hal ini disebabkan karena orang yang berpacaran akan selalu memikirkan orang yang dicintainya. Tidak jarang para anak yang memilih untuk tidak melanjutkan kuliah karena lebih suka menikah dengan sang pacar. Yang lebih buruk lagi adalah pacaran untuk anak-anak usia dini, misalnya para pelajar SD, SMP dan juga SMA. Usia remaja adalah usia coba-coba. Tak berlebihan jika agama mengharamkan proses pacaran karena untuk melindungi pemeluknya. Banyak para remaja di usia sekolah terjebak pergaulan bebas yang dimulai dari proses pacaran tadi.
Jangankan memikirkan nasib studinya, kadang-kadang justru harga diri orang tua ikut terkorbankan akibat kelakun anak. Mula-mula hubungan mereka hanya sebatas pacaran, selanjutnya karena terlalu percaya pada si pacar, seseorang pun terlibat pada seks bebas. Tak sampai di situ, seks bebas akan mengarah lagi pada penggunaan obat-obat berbahaya, hal-hal pornografi bahkan minuman keras. Akhirnya, harapan seorang orang tua memiliki anak yang sukses studi tinggallah harapan. Semua berangkat dari proses pacaran yang tidak tepat dijalani oleh sang anak.
4. SOLUSI TERHADAP PENGARUH DARI PERILAKU PACARAN REMAJA SMA
Perilaku pacaran yang tidak sesuai dengan nilai dan norma di tengah masyarakat menghasilkan berbagai pengaruh baik pengaruh positif maupun negatif. Maka untuk melawan pengaruh negatif dari perilaku pacaran tersebut diperlukan suatu solusi dengan tujuan mencegah maupun mengatasinya. Solusi dalam bentuk preventif atau menceganya yakni melalui peranan orang tua di rumah dan peranan dari sekolah. (Willis,2003:21-25). Orang tua adalah media pertama bagi remaja untuk mendapatkan pengetahuan atau pendidikan seks. Sosialisasi tersebut sangat membantu remaja dalam keluarga sebelum remaja mendapatkan informasi tentang seksual melalui media massa dan saluran media online yang cenderung distorsif, maka semestinya pihak keluargalah yang pertama melakukan sosialisasi pendidikan seksual dengan cara-cara yang tepat. Selain peranan orang tua atau keluarga, sekolah pun turut membantu remaja dalam mendpatkan informasi tentang pendidikan seksual melalui kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi tingkat SMA dalam mata pelajaran biologi dan agama sehingga memungkinkan terjadi proses pendidikan seks secara sehat. Sehingga dengan adanya peranan keluarga dan sekolah akan tidak lagi bermunculan istilah hamil di luar nikah.
Untuk menghindari agar jangan terjadi penyelewengan yang bisa merusak remaja SMA, diperlukan pendidikan seks (sex education) yang sistematis dan terarah serta materi yang sesuai dengan usia perkembangannya. Di negara kita belum banyak orang yang tertarik akan penyebarluasan pendidikan ini. Bahkan tenaga ahli yang bergerak dibidang inipun masih bisa dihitung dengan jari. Pemerintah juga belum berani menetapkan kurikulum pendidikan seks di sekolah-sekolah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) Adanya anggapan kuat dari anggota masyarakat bahwa membicarakansoal seks adalah tabu/terlarang baik oleh pengaruh adat atau agama yang diterima secara kaku (2) Kekurangan tenaga ahli dan guru-guru yang berpengalaman untuk memberikan pendidikan seks terhadap anak-anak sekolah (3) Kurangnya keberanian dari pemerintah untuk menyusun kurikulum yang berhubungan dengan pendidikan seks (4) Kurangnya fasilitas buku-buku dan media lainnya tentang seks education daripada media massa cabul yang banyak beredar di masyarakat. Akibatnya, muncul seks bebas seperti pelacuaran dan sebagainya. (Willis,2008:45-46).
Agar pacaran tidak menimbulkan suatu problem yang tragis di ujungnya maka diperlukan sikap sehat dalam berpacaran diantaranya: Jangan beranggapan bahwa pacarmu hari ini adalah pacarmu selamanya, jangan biasakan pergi berdua tanpa orang lain, karena itu akan membahayakanmu, jangan mudah dirayu atau terayu oleh bisikan setan, hindari pulang malam atau pulang ,aturlah waktu untuk menelepon, bila berkunjung ke rumah hendaknya tidak pada saat rumah dalam keadaan kosong, jangan melupakan teman-temanmu yang lain terutama sahabatmu, bila ternyata kamu putus dengan pacarmu, anggaplah itu memang yang terbaik dan alihkan perhatianmu kepada hal yang positif.
C. PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan hal yang tertera di atas maka dapat disimpulkan bahwa pacaran sangat erat dengan kehidupan remaja. Terutama remaja SMA, jika mereka tidak memiliki pengetahuan seks yang sempurna maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti hamil di luar nikah. Selain itu pacaran juga bisa mempengaruhi motivasi belajar remaja SMA. Bagi sebagian remaja SMA mengganggap bahwa dengan pacaran mereka lebih termotivasi dalam belajar. Tidak sedikit remaja yang sukses dalam akademiknya karena ada yang mendukungnya dari belakang yakni pacar mereka.
Remaja yakin dengan adanya pacar mereka akan bisa melakukan kerjasama dalam hal menyelesaikan tugas-tugas dalam belajarnya. Mereka bisa berbagi pengetahuan satu dengan yang lain. Jelas hal ini menjadi awal bagi remaja SMA untuk dapat meningkatkan prestasi akademiknya di sekolah. Berbanding terbalik bagi remaja SMA yang menjadikan pacaran sebagai sarana dalam memanfaatkan masa puberitasnya, mereka akan melakukan hal-hal seperti orang dewasa yang sudah menikah seperti berciuman, pegang-pegangan, peluk-pelukan bahkan sampai melakukan hubungan intim. Hal ini akan berakibat terhadap pendidikannya di sekolah, bagi remaja putri yang hamil lambat laun mereka akan menuntut untuk tidak bersekolah dengan alasan minder dengan teman-teman mereka di sekolah.
Oleh karena itu, pemahaman akan pengetahuan baik pengetahuan agama maupun pengetahuan tentang seks dan juga peranan orang terdekat sangat membantu antisipasi dari pengaruh-pengaruh negatif yang ditimbulkan dari hubungan pacaran remaja SMA.
D. SUMBER RUJUKAN
Alghifari,Abu.2006.Pacaran yang Islami Adakah.Bandung: Mujahid.
Nelson,R,Jones.1996.Cara Membina Hubungan yang Baik dengan Orang
Lain.Jakarta:Bumi Aksara.
Willis,Sofyan.2008.Remaja dan Masalahnya.Bandung:Alfabeta.
http://google.co.id.diakses tanggal 23 Maret 2011.
http://google.co.id.diakses tanggal 13 Maret 2011.
http://google.co.id.diakses tanggal 12 Maret 2011.