Wednesday, August 8, 2012

Cerpen: Cinta di Negeri Kangguru

            Pagi yang mendung di daerah agak terpelosok kota Painan bermukim satu keluarga yang hidup sederhana. Di sana ada Alan, Rosa adik cewek Alan. Piki adik cowoknya dan Pak Zuhfi ayahnya. ”Harus berubah!,” ucap Alan sambil memandang pohon rambutan yang amat lebat buahnya di belakang rumah. Gara-gara omongan seperti itu Alan dipanggil ayahnya.. Perasaan sedikit takut menemani Alan ketika ia mulai panggilan ayahnya yang sedang membuat alas kaki serabutan. “Emang mau pergi kemana nak?” tanya ayah Alan dengan tegapnya. Terdiam sejenak Alan mendengar respon lelaki bertubuh lumayan kurus itu.
            “Ayah, izinkan Alan pergi merantau ke Medan Yah!”
            “Alan ingin merubah nasib keluarga kita, membantu biaya pengobatan Ayah. Alan ingin membantu biaya sekolah Rosa dan Piki,” balasnya dengan suara agak haru. Sudah hampir tiga tahun ia tamat SMK. Keinginan mulia sang anak untuk merubah nasib keluarga mulai terpikirkan. Tak ingin lagi hidup dalam kondisi serba kekurangan dan diliputi utang demi keberlangsungan hidupnya dan keluarga.
            “Jika kamu pergi merantau siapa yang akan membantu ayah mencari serabutan di hutan nak?,” ungkap laki-laki yang hidup tanpa didampingi sesosok sang istri. Maklum, Ibu Alan sudah meninggal dunia sewaktu ditabrak truk di daerah sekitar pabrik tempat ibunya bekerja beberapa tahun yang lalu.
             “Kalau seperti itu alasanmu nak. Apa daya bagi ayah tapi kamu harus usaha dulu mencari lowongan kerja di kota Padang. Seandainya tak dapat juga baru cari informasi lowongan kerja di kota Medan. Tentu yang sesuai dengan keinginanmu nak,” tangkas ayah Alan dengan  yakinnya.
             Alan anak pertama dari Pak Zuhfi tentu tak mau tinggal diam saja melihat getir kehidupan keluarganya. Tahun demi tahun dilalui tak ada perubahan yang terjadi malah keparahan ekonomi yang bertambah. Utang ke sana utang ke sini. Rosa yang sebentar lagi tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) akan melanjutkan kuliah. Sebab tamatan SMA harus kuliah karena tidak memiliki skill (keahlian) seperti tamatan SMK, Piki sebentar lagi tamat SMP juga harus masuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan ayahnya yang sering sakit-sakitan itu harus berobat sekali sebulan ke salah satu Rumah sakit berskala Internasional di kota Padangpanjang.
            Penyakit diabetes yang menyerang ayah Alan sejak umur 42 tahun itu menjadikan Alan sebagai tulang punggung keluarga yang kedua. Jika diharapkan pemasukan dari ayah belum tentu kebutuhan sehari-hari keluarganya terpenuhi meskipun makan dengan tempe, tahu dan ikan asin. Toh butuh beras, minyak goreng, cabe merah giling dan minyak tanah untuk masak. Yang harganya akhir-akhir ini lumayan melambung tinggi.
            Biasanya dalam sekali berobat bisa mengais kantong sekitar 200 ribuan. Tak sebanding dengan pendapatan ayahnya cuma 30 ribu rupiah sehari. Itu pun kalau alas kaki serabutan ayahnya terjual habis. Meskipun sudah terdata sebagai keluarga miskin dari kelurahan namun tak bakal mampu menanggulangi semua biaya pengobatan ayahnya tiap bulan. Untung saja Alan yang tamatan SMK memiliki keahlian di bidang Pariwisata di salah satu SMK Favorit di kota Painan. Dengan sertifikat keahlian yang ia miliki, Alan mulai memasukkan lamaran ke berbagai biro perjalanan yang ada di kota Padang. Kantor  yang ia tuju pertama kali ialah kantor biro perjalanan tempat ia pernah praktek kerja lapangan dulu.   Teringat Alan di akhir praktek kerja lapangannya dulu, ada seorang Bapak yang menyuruhnya kerja di sini setelah tamat SMK. Tapi setelah didatangi Bapak itu tak ada. Tak ada lagi tempat meminta bantuan. Sebab yang kerja di sana baru-baru semua. Tak ada satupun yang ia kenal. Lalu ia pergi dari tempat itu dan mencari kantor biro perjalanan lain. Ternyata juga tak ada yang bisa ditempati Alan, sebagai tempat pengubah nasibnya dan keluarga.
            Ia pun mulai pasrah. Suara azan yang menggema dari arah Masjid Asliyah menggerakkan hatinya untuk shalat ke Masjid nan penuh sejarah itu. Allahu Akbar!. Setelah usai shalat, ia pun memurungkan hati untuk kembali ke Painan. Setiba di terminal bis ke Painan ia berjumpa dengan seniornya dulu waktu SMK. Sebut saja Jaka namanya. Ia juga berniat pulang kampung ke Painan. Mereka pulang dengan bis yang sama. Lalu mereka pun bercakap-cakap. Selang seling dari percakapan itu Alan mengutarakan keinginannya bekerja di Medan. Lalu, Jaka menghubungi temannya di Medan untuk menanyakan lowongan kerja di biro perjalanan pariwisata di kota pulau Samosir itu. Akhirnya dapat lah informasi langsung dengan persyaratannya.
***
            Beberapa hari setelah itu Alan mengirimkan berkas lamarannya ke perusahaan biro perjalanan luar negeri yang terletak di kota tari Tor-tor itu. Setelah menunggu telepon dari Bapak kepala personalia, akhirnya Alan diterima di sana dan disuruh segera berangkat ke Medan sekaligus mulai bekerja empat hari setelah Bapak  itu. “Alhamdulillah Ya Rabb,” ungkap Alan dengan rasa haru. Hari esoknya, Alan berangkat dengan mobil antar propinsi menuju kota Medan. Setiba di sana ia mencari tempat tinggal sementara (kost) hingga tiba hari dimana ia mulai bekerja.          
            “Assalamua’laikum,Selamat pagi, perkenalkan saya Alan dari kota Painan Pak. Saya dipanggil kerja di sini setelah diterimanya berkas lamaran saya empat hari yang lalu,” ujarnya dengan sopan.
             “Oh iya,lupa..hehe..selamat ya dek!. Anda diberi kesempatan untuk bergabung pada perusahaan biro perjalanan kami. Semoga dapat bekerja dengan baik di sini,” balas Bapak itu.
            ” Ya Pak, amin..Terima Kasih banyak ya Pak,” ucap Alan dengan rasa senang. Dengan penuh kedisiplinan ia bekerja di sana. Tak pernah ada kata telat datang baginya. Melihat teman-teman sesama kerja banyak yang terlambat masuk kantor, ia bahkan lebih on time datang daripada satpam pengganti sekalipun. Ini berkat kedisiplinan yang diajarkan oleh ayahnya waktu ia di kampung.
            Tibalah saat pembagian gaji. Alan tak ingin berpikir lama. Ia langsung mengirim sejumlah uang kepada keluarganya di kampung. “Alhamdulillah, gaji pertamaku lumayan besar. Separoh dari gajiku bakal aku kirim untuk keluarga di Painan,” ucapnya. Sebab tujuan utamanya merantau biar dapat membantu keluarganya yang ada di sana. Setelah hampir satu tahun ia bekerja di Medan. Ia dipindahkan ke kantor pusat biro perjalanan yang berkantor pusat di  kota Sidney, Australia. Di sana letak perusahaan biro perjalanan Kizroh, pusat dari biro-biro perjalanan yang ada di beberapa negara ini. Pantas saja ia dipindahkan di sana karena perusahaan Kizroh pusat membutuhkan orang-orang seperti Alan. Dedikasi, keuletan, kedisiplinannya tak diragukan lagi.
***
            Setahun sudah Alan menetap dan bekerja di kota Sidney, Australia. Sejak ia kerja di sana Alan lebih sering mengirim uang yang angkanya lumayan besar. Kesibukannya bekerja tak membuat Alan lupa berkomunikasi dengan ayah, adik-adik, bahkan tetangga dekatnya.  Negara Kangguru itu akan menjadi saksi bisu keberhasilan Alan dirantau. Siang yang cerah ia dan tiga orang temannya ditugaskan mewakili perusahaan Kizroh dalam pertemuan perusahaan-perusahaan Islam se-Australia. Suara yang merdu, berwajah cantik, berjilbab. Itu yang membuat Alan melirik seorang wanita pembaca ayat suci Al-Qur’an di atas podium saat itu.         
            Usai wanita bersuara emas itu membaca Al-Qur’an. Alan langsung menemuinya yang ketika itu duduk tak terlalu jauh darinya mereka pun bercakap-cakap hingga sampai berbagi pin handphone BB (Blackberry). Tak terasa setengah jam ia pun memisahkan diri sebab acara inti akan dimulai. Hampir tiap hari mereka menjalin komunikasi melalui BBM-an nya. Akhirnya muncul camestrey antara mereka. Tak ingin berpacaran lama bak pasangan muda-mudi yang lagi kena virus merah jambu. Layaknya lelaki normal, Alan menginginkan sesosok wanita abadi yang akan selalu menghibur hatinya. Selang waktu setelah itu Alan berencana meminang wanita asal negeri Jiran itu menjadi istrinya. Tak menunggu lama.  Pertemuan antara pihak keluarga Alan dan keluarga Nurliza. Pertemuan itu berlangsung di Painan rumahnya Alan yang sudah direnovasi bak istana kecil. Dalam pertemuan dibahas waktu, tempat dan perlengkapan pernikahan Alan dan Nurliza. Sebulan setelah itu calon pasangan beda negara itu menikah ala kebudayaan Indonesia. Sehari sesudah itu diselenggarakan pesta pernikahan. Minggu pertama di Painan rumah Alan. Dan  minggu berikutnya di Serawak, Malaysia.
            Dengan memakai suntiang (sunting) khas Minang yang diletakkan di atas kepala Nurliza menjadikan ia bak nya seorang anak daro minang nan cantik jelita. Pasangan suami istri baru itu membeli sebuah rumah besar di kota Sidney. Mereka pun menetap di sana. Tepat sudah satu setengah bulan umur pernikahan mereka. Nurliza pun hamil setelah rasa mual-mual dan muntah-muntah yang ia perlihatkan. Tak ada rasa cemas Alan. Ia yakin bahwa istrinya hamil. Namun, agar lebih jelas mereka pun pergi ke dokter spesialis anak sambil memeriksa perut Nurliza. Alhamdulillah ternyata Nurliza positif hamil. Berbagai antusias pun mulai dilakukan Alan mulai dari melayani ngidam yang dialami si istri hingga mempersiapkan perlengkapan si calon bayi.
            Mendekati bulan yang kesembilan kehamilannya. Nurliza lebih sering mual-mua berbeda saat ia hamil bulan pertama dan kedua. Tepat malam sabtu ia merasakan calon bayi dalam perutnya sangat cepat sekali menendang perutnya beda dari biasanya. Rasa pedih dan sakit yang dialami Nurliza memaksa Alan bangun dari tidurnya yang nyenyak. Nurliza merasa ketuban pecah. Lalu Alan membawanya ke rumah sakit persalinan dengan mobil fontuner miliknya. Setiba di di rumah sakit Nurliza langsung di bawa ke dalam ruangan persalinan.
             “Eak,eak,eak,” bunyi tangisan yang terdengar oleh Alan dari balik pintu masuk ruangan persalinan itu. Setelah dibersihkan bayi perempuan yang baru lahir itu langsung dipertemukan dengan kedua orang tuanya. Salah seorang suster dalam ruangan itu menyuruh Alan masuk.
            “Hello Mr, Now you can enter in the room!” sapa suster di rumah sakit persalinan berskala internasional.
            Lalu Alan masuk dan langsung berucap syukur, “Alhamdulillah anakku lahir!,” sembari menatap indah bayinya,  Alan langsung meng-qamatkan si bayi mungil itu dengan suara pelan. Setelah itu ia menghubungi keluarga Nurliza dan keluarganya di Painan memberitahukan Nurliza telah melahirkan. Keluarga yang jauh dari daerah perantauan, mereka hanya bisa berucap syukur sembari mengucapkan kata selamat. Meskipun jarak jadi pembatas namun tak menghalang komunikasi antara Alan, Nurliza dan keluarganya.
            Lalu ia mengobrol dengan Nurliza, wanita yang berhasil melahirkan dengan selamat itu. Patut disyukuri karena ini kelahiran pertama anaknya, hilanglah semua ketakutan dan kecemasan selama ini sebab Alan sering melihat pemberitaan diberbagai media massa bahkan melihat nyata bayi-bayi yang lahir dengan keadaan cacat, buta, tuli bahkan ada yang meninggal. Bersyukur Alan dan istrinya atas kemudahan dan kelancaran yang diberikan sang Khalik atas kelahiran anaknya.
            Dua hari setelah menginap di rumah sakit persalinan mereka pun pulang ke rumah nan penuh cinta dan kasih sayang itu. Beberapa tahun kemudian besar lah  Maisyaroh Alnur singkatan nama Alan dan Nurliza. Nama perempuan cantik hasil pernikahan mereka. Lalu Mai panggilan akrabnya tumbuhlah menjadi anak yang pintar, cerdas dan berprestasi. Terbukti selalu juara kelas dan selalu juara dalam lomba-lomba kepenulisan yang diadakan oleh berbagai lembaga di Negeri Kangguru itu. Sungguh bahagia Alan dan Nurliza memiliki anak yang cantik, cerdas dan selalu menutup aurat tersebut. Maklum saja asuhan dari kedua orang tuanya yang taat akan agama itu menjadikan ia sosok anak yang shalehah. Mereka pun hidup dalam bahtera keluarga yang samara (sakinah, mawaddah dan warrahmah). Writer is HASAN ASYHARI
***

0 comments:

Post a Comment