Sore
menjelang malam bersapu hembusan angin sejuk di dalam ruangan Movie
Room (–red).
Terlihat ramai di ruangan tersebut dengan para pecinta dunia film
dokumenter. Ada yang berasal dari mahasiswa ISI (Institut Seni
Indonesia) Padangpanjang, wartawan media cetak, media elektronik,
komunitas Ruang Warga, Forum Aktif Menulis Indonesia Padangpanjang.
Serta tak lupa para pengurus Rumah Puisi Taufik Ismail dan Rumah
Budaya Fadli Zon Aie Angek Cottage.
Edin Hadzalic selaku pengelola Rumah Budaya Fadli Zon mengundang
untuk menonton pemutaran film dokumenter “Kiamat Kecil” karya
Faruk Loncarevic seorang sutradara asal Bosnia Herzegovina yang
pernah mengambil S2 di STSI Bandung itu.
Kegiatan
tersebut diadakan pada hari Sabtu, 3 Agustus 2013 bertempat di Aie
Angek Cottage yang terletak di tepi jalan
raya Padangpanjang-Bukittinggi Km 6, Aie Angek, Kab. Tanah Datar.
Sekitar pukul 17.50 WIB acara dipandu oleh Muhammad Subhan. Setelah
itu dilanjutkan dengan pemutaran film “Kiamat Kecil.” Film
dokumenter singkat tersebut bercerita tentang kondisi Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) pasca dilanda Gempa besar dan Tsunami tanggal 26
Desember 2004 yang lalu. Kemudian acara dilanjutkan dengan buka puasa
bersama di Kafe Aie Angek Cottage.
Sekitar
pukul 19.20 WIB, acara dilanjutkan kembali dengan persembahan lagu
berjudul TSUNAMI oleh seorang seniman, Muhammad Jujur kemudian
dilanjutkan dengan tanya jawab seputar pembuatan film dokumenter
bersama senias asal Bosnia tersebut. Acara berikutnya, pemutaran film
produksi mahasiswa jurusan televisi dan film ISI Padangpanjang yang
berjudul “Sekolahku Hutanku.” Film dokumenter berbau pendidikan
tersebut bercerita onak duri perjuangan anak-anak suku pedalaman
Mentawai, Sumbar untuk menempuh lokasi pendidikan yang jauh dari
lebatnya arus modernisasi saat ini. Mereka harus menyeberangi sungai
dengan perahu sampan. Basah-basah menuju sekolah hutan yang sangat
akrab dengan mereka demi dapat membaca, berhitung dan menulis.
Beberapa guru relawan yang rela mempertaruhkan harta, jiwa dan raga
mereka demi bersinarnya pendidikan di daerah suku pedalaman Mentawai
tersebut.
Dengan
semangat anak-anak untuk sekolahlah membuat mereka juga semangat
mengajar meskipun jarang menjadi perhatian dinas pendidikan setempat.
Sungguh mengharukan sekali pendidikan saat ini yang katanya sudah
merata ke daerah-daerah pedalaman seperti dalam film tersebut. David
Heriyanto selaku sang sutradara film tersebut menuturkan bahwa ia
mendapat informasi tentang sekolah hutan tersebut di berbagai media
yang ada lalu ia lakukan berbagai riset untuk menyelidiki kenyataan
tersebut sehingga terciptalah sebuah film dokumenter nan
menggunggah itu. (HASAN ASYHARI)