Sunday, January 24, 2016

Testimoni Tengah Tahun SM-3T: Kuadas, Surga Tuhan Jatuh ke Bumi



 Kuadas, Surga Tuhan Jatuh ke Bumi

            Menginjakkan kaki untuk pertama kali di tanah Cenderawasih (Papua Barat) ini merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga yang tidak akan pernah saya lupakan. Diawali dengan mengikuti serangkaian seleksi nasional dengan mengalahkan 1300 orang (pendaftaran di LPTK UNP) sehingga saya terpilih untuk melaksanakan tugas mulia ini yaitu mendidik di daerah terdepan, terluar dan tertinggal dari hasil akhir 258 orang. Selanjutnya, saya mengikuti tahapan tes tulis online di kampus UNP, tes wawancara dan prakondisi indoor di New Rasaki Hotel, By. Pass, Padang (3-11 Agustus 2015) dan prakondisi outdoor (12-17 Agustus 2015) di Bumi Perkemahan ABG, Lubuak Minturun, Koto Tangah, Padang. Alhamdulillah, keberangkatan saya ke Kab. Sorong pada tanggal 21 Agustus 2015, tepatnya hari Jum’at, sehingga saya bisa mempersiapkan diri di kota berhawa sejuk, Padang Panjang.
Selanjutnya, melalui perjalanan yang melelahkan selama 2 hari 1 malam menggunakan kapal besi Garuda Indonesia, kami melewati Bandara Internasional Minangkabau, Padang- Bandara Internasional Soekarno Hatta Bandara  Hasanuddin Makasar- Bandara Domanic Eduard Osok, Kota Sorong.  Akhirnya saya sampai didaerah sasaran yakninya Kabupaten Sorong menggunakan bus sekolah dari Dinas Pendidikan. Kami yang ditempatkan didaerah ini berjumlah 51 orang. Setiba di Pusat Kabupaten tepatnya di distrik (kecamatan) Aimas, kami diinapkan sementara di Gedung LPTQ (Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an) Kab. Sorong. Beberapa jam kemudian kami dihidangkan nasi bungkus oleh Dinas Pendidikan Kab. Sorong. Setelah itu kami kedatangan guru-guru SD hingga SMA/SMK dan Kepala Dinas Pendidikan serta Kepala Bidang Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Pendidik. Di saat itulah kami berkumpul dan menerima hasil pengumuman sekolah penempatan (penugasan).
Saya, ditempatkan di SD swasta Bukit Sion, Desa Kuadas, Distrik Makbon, Kab. Sorong, Papua Barat. Alhamdulillah, saya sangat bersyukur dapat mengajar di SD. Senang dnegan anak-anak adalah berkah Sang Maha Kuasa. Walaupun latar belakang ilmu saya bukan dari PGSD. Mudah-mudahan ini merupakan pengalaman baru yang menambah catatan perjalan hidup saya.
Berada di daerah yang baru bagi kita tentunya membuat diri kita banyak bertanya-tanya tantang banyak hal. Namun, Perbedaan sosial budaya tentu saja tidak membuat kita merasa terlalu asing di negeri orang karena masih banyak hal-hal yang membuat kita sama diantaranya latar belakang agama yang sudah terkenal sejak dahulu bahwa Papua Barat adalah wilayah timur yang kabarnya mayoritas dengan pemeluk agama kristen, ombaknya ganas dan macam persepsi lainnya.
Sebelum kita merasakan langsung kondisi masyarakat Papua Barat khususnya, tentunya kita memiliki persepsi yang selama ini beredar di daerah asal melalui berbagai media dan mulut ke mulut, dimana Papua secara umum selama ini dikenal sebagai daerah konflik yang berkepanjangan dan ingin melepaskan diri dari bingkai NKRI. Sehingga yang terbayang pertama kali adalah kita melaksanakan pendidikan untuk anak-anak yang mengalami trauma konflik yang cukup tragis. Terlebih lagi adanya persepsi bahwa orang Papua masih bernostalgia dengan tradisi dan pakaian khas adatnya. Tapi hal tersebut hanya berada di sebagian kecil daerah pedalaman Papua yang masih dianggap ketinggalan bahkan mereka masih bertahan dengan adat leluhur seperti itu karena sudah terbiasa dengan kondisi yang demikian seperti bagi lelaki menggunakan koteka serta bertempat tinggal di rumah panggung honei.
Ketika pertama kali berkenalan di sekolah bersama anak-anak, prasangka yang selama ini ada dalam pikiran semuanya hilang karena saya menemui bahwa anak-anak Papua khususnya Kab. Sorong Papua Barat bukanlah generasi yang terkena dampak langsung dari konflik suku dan agama. Menyatu dengan mereka merupakan pengalaman yang cukup berharga karena saya sebagai orang Minangkabau atau kebanyakan orang Papua bahkan Indonesia masih menyebut orang Padang, mereka posisikan layaknya guru yang datang untuk dekat dengan mereka. Sambutan mereka begitu hangat yang terlihat dari pancaran senyumannya. Seperti tembang lagu Tanah Papua ciptaan Edo Kondolist, bahwa Tanah Papua, Tanah yang Kaya, Surga Kecil Jatuh ke Bumi.
Satu hal yang masih disayangkan anak-anak disekolah ini masih banyak mencampur adukan bahasa daerah dengan bahasa Indonesia. Terlebih dalam penggunaan bahasa di ruang belajar, kadang dalam penulisan bahasa masih sering dijumpai bahasa daerah yang mereka tulis, walaupun bahasa daerah Papua hampir mirip dengan bahasa Indonesia yang dibaca dna ditulis singkat seperti saya dibaca sa, punya dibaca pu. Itu sedikit merupakan suatu tantangan tersendiri buat saya untuk mendidik anak-anak tersebut. Untuk memudahkan saya bersosialisasi dengan masyarakat disekitar sekolah maka saya mencoba selalu bersosialisasi dan mencoba mencatat bahasa mereka dan kadang ditiru dalam percakapan sehari-hari di lingkungan mereka. Masyarakat disekitar sangat terbuka dan menerima kedatangan saya, hal ini dirasakan karena sering diberi buah-buahan dan makanan oleh mereka. Terlebih jika ada acara besar mereka. Masyarakat di desa atau kampung Kuadas tempat saya ditugaskan ini sering mengadakan kegiatan syukuran seperti syukuran ulang tahun, syukuran SIDI dan syukuran lainnya. 
            Sekitar lebih kurang enam bulan saya di sini, saya perhatikan bahwa masyarakat kampung Kuadas khususnya sangat toleransi dalam beragama dan suka memberi. Sehingga memberi kekuatan bagi saya pribadi untuk bertahan di tempat tugas ini hingga saat ini.
Berbicara tentang sekolah penempatan saya, yang berada di tepi pantai dan hutan gundul dna hutan rimba Papua. Sekolah penempatan saya adalah SD YPK Bukit Sion Kuadas, Distrik Makbon, Kab. Sorong, Papua Barat. Sekolah penempatan saya merupakan sekolah swasta di bawah Yayasan Pendidikan Kristen. Sekolah ini berada di sepanjang pesisir pantai Kuadas, dengan jumlah ruang belajar tiga kelas yakni kelas 1,2,3 (ruang belajarl 1), kelas 4 dan 5 (ruang belajar 2) dan kelas 6 (ruang belajar 3). Serta satu ruang tamu, satu ruang Kepala Sekolah, satu ruang guru sekaligus pustaka dan dapur sekolah.
Sekolah penempatan saya ini terdiri atas 9 orang guru (4 PNS, 4 Honor dan 1 SM-3T). Tetapi yang aktif cuma 4 orang guru PNS dan 2 orang guru honor termasuk saya satu orang guru SM-3T. di sana tidak ada petugas TU bagian administrasi sekolah, sehingga Kepala sekolah merangkap sebagai TU administrasi sekolah. Saya juga sering dilibatkan dalam membantu Kepala Sekolah mempersiapkan segala hal menyangkut administrasi sekolah. Jika dilihat jarak sekolah dengan kota Sorong sekitar 2 jam. Bisa ditempuh dengan taksi kampung atau L200. Sekolah tersebut masuk kategori sekolah pinggiran kota, karena akses tranportasi, akes listrik dan air serta sinyal seluler ada. Walaupun di tengah perjalanan, kondisi jalan cukup memprihatinkan. Kondisi jalan berlubang  dan banyak berbatu cadas membuat kendaraan cukup kesulitan melewatinya. Sementara saya bertempat tinggal di dalam lingkungan sekolah, tepatnya di rumah dinas yang kedua. Jumlah siswa aslinya sekitar 27-an, namun di dapodik tercatat 79 orang siswa. 
Proses belajar dan mengajar di SD tempat saya bertugas biasanya mengikuti kalender Pendidikan dan kalender Yayasan Pendidikan Kristen yang bersumber dari klasis Sorong. Di sekolah ini menggunakan Kurikulum KTSP (2006). Dalam PBM yang menjadi kendala adalah jumlah buku teks pelajaran yang tidak memadai, hanya ada satu teks buku pelajaran yang saya pegang. Jadi, saya lebih banyak mencatat dan menerangkan pelajaran. Agar siswa juga bisa membaca saat di rumah ataupun menghadapi ulangan harian atau semesteran. Kendala lain, siswa masih sering menulis menggunakan bahasa daerahnya ketika mencatat apa yang ditulis di papan tulis ataupun  membuat tugas yang diberikan kepada mereka.
Siswa cukup bersemangat belajar, walaupun kadang ada juga yang malas-malasan ke sekolah. Tapi kondisi itu disebabkan karena perpanjangan masa liburan semester. Sebagian siswa ada yang cepat menangkap pelajaran dan ada pula yang kurang cepat menangkap pelajaran. Sementara guru cukup bersahabat dan saling membantu dalam pelaksanaan PBM misalnya ada guru yang tidak hadir, guru yang hadir menggantikannya. Beberapa orang guru PNS cukup malas-malasan hadir di sekolah dengan berbagai alasan. Sedangkan, masyarakat sendiri cukuo baik dan menghormati keberadaan saya dan guru-guru lain di sini.
Hal yang membuat saya mengesankan adalah ketika siswa datang ke rumah menanyai kehadiran saya ke sekolah, karena waktu itu saya terlambat datang ke sekolah. Serta siswa-siswa di pinggiran kota juga tertarik untuk belajar outdoor (luar ruangan) dan senang jika pembelajaran dilakukan dengan beragam metode pembelajaran seperti saya  melakukan metode eksperimen dalam pelajaran IPA, siswa-siswa pun senang dan malahan ingin mencoba itu selalu. Di samping itu ilmu-ilmu selama prakondisi dan pengalaman organisasi dan hobi saya terapkan di tempat tugas. Sehingga sangat mendukung PBM itu sendiri.
 Demikian testimoni singkat saya di tempat penugasan saya yang hamper memasuki 6 bulan di sini. Terima kasih. Salam MBMI V! (Writer: Hasan Asyhari, S.Pd, Guru SM-3T angkatan V asal LPTK UNP penempatan Kampung Kuadas, Distrik Makbon, Kab. Soorng, Papua Barat)

0 comments:

Post a Comment