Testimoni Tengah Tahun SM-3T: Kuadas, Surga Tuhan Jatuh ke Bumi
Kuadas, Surga Tuhan Jatuh ke
Bumi
Menginjakkan kaki untuk pertama kali
di tanah Cenderawasih (Papua Barat) ini merupakan suatu pengalaman yang sangat
berharga yang tidak akan pernah saya lupakan. Diawali dengan mengikuti
serangkaian seleksi nasional dengan mengalahkan 1300 orang (pendaftaran di LPTK
UNP) sehingga saya terpilih untuk melaksanakan tugas mulia ini yaitu mendidik
di daerah terdepan, terluar dan tertinggal dari hasil akhir 258 orang. Selanjutnya,
saya mengikuti tahapan tes tulis online di kampus UNP, tes wawancara dan
prakondisi indoor di New Rasaki Hotel, By. Pass, Padang (3-11 Agustus 2015) dan
prakondisi outdoor (12-17 Agustus 2015) di Bumi Perkemahan ABG, Lubuak
Minturun, Koto Tangah, Padang. Alhamdulillah, keberangkatan saya ke Kab. Sorong
pada tanggal 21 Agustus 2015, tepatnya hari Jum’at, sehingga saya bisa
mempersiapkan diri di kota berhawa sejuk, Padang Panjang.
Selanjutnya,
melalui perjalanan yang melelahkan selama 2 hari 1 malam menggunakan kapal besi
Garuda Indonesia, kami melewati Bandara Internasional Minangkabau, Padang-
Bandara Internasional Soekarno Hatta Bandara Hasanuddin Makasar- Bandara Domanic Eduard
Osok, Kota Sorong. Akhirnya saya sampai
didaerah sasaran yakninya Kabupaten Sorong menggunakan bus sekolah dari Dinas
Pendidikan. Kami yang ditempatkan didaerah ini berjumlah 51 orang. Setiba di
Pusat Kabupaten tepatnya di distrik (kecamatan) Aimas, kami diinapkan sementara
di Gedung LPTQ (Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an) Kab. Sorong. Beberapa
jam kemudian kami dihidangkan nasi bungkus oleh Dinas Pendidikan Kab. Sorong.
Setelah itu kami kedatangan guru-guru SD hingga SMA/SMK dan Kepala Dinas
Pendidikan serta Kepala Bidang Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Pendidik.
Di saat itulah kami berkumpul dan menerima hasil pengumuman sekolah penempatan
(penugasan).
Saya,
ditempatkan di SD swasta Bukit Sion, Desa Kuadas, Distrik Makbon, Kab. Sorong,
Papua Barat. Alhamdulillah, saya sangat bersyukur dapat mengajar di SD. Senang
dnegan anak-anak adalah berkah Sang Maha Kuasa. Walaupun latar belakang ilmu
saya bukan dari PGSD. Mudah-mudahan ini merupakan pengalaman baru yang menambah
catatan perjalan hidup saya.
Berada di daerah yang baru bagi kita tentunya membuat
diri kita banyak bertanya-tanya tantang banyak hal. Namun, Perbedaan sosial
budaya tentu saja tidak membuat kita merasa terlalu asing di negeri orang
karena masih banyak hal-hal yang membuat kita sama diantaranya latar belakang
agama yang sudah terkenal sejak dahulu bahwa Papua Barat
adalah wilayah timur yang kabarnya mayoritas dengan pemeluk agama kristen,
ombaknya ganas dan macam persepsi lainnya.
Sebelum kita merasakan langsung kondisi masyarakat Papua
Barat khususnya, tentunya kita
memiliki persepsi yang selama ini beredar di daerah asal melalui berbagai media
dan mulut ke mulut, dimana Papua secara umum selama ini dikenal sebagai daerah konflik yang
berkepanjangan dan ingin melepaskan diri dari bingkai NKRI. Sehingga yang
terbayang pertama kali adalah kita melaksanakan pendidikan untuk anak-anak yang
mengalami trauma konflik yang cukup tragis. Terlebih lagi adanya
persepsi bahwa orang Papua masih bernostalgia dengan tradisi dan pakaian khas
adatnya. Tapi hal tersebut hanya berada di sebagian kecil daerah pedalaman
Papua yang masih dianggap ketinggalan bahkan mereka masih bertahan dengan adat
leluhur seperti itu karena sudah terbiasa dengan kondisi yang demikian seperti
bagi lelaki menggunakan koteka serta bertempat tinggal di rumah panggung honei.
Ketika pertama kali berkenalan di sekolah bersama
anak-anak, prasangka yang selama ini ada dalam pikiran semuanya hilang karena saya menemui bahwa
anak-anak Papua
khususnya Kab. Sorong Papua Barat bukanlah generasi yang terkena dampak langsung dari
konflik
suku dan agama. Menyatu dengan
mereka merupakan pengalaman yang cukup berharga karena saya sebagai orang
Minangkabau atau kebanyakan orang Papua bahkan Indonesia masih menyebut orang Padang, mereka
posisikan layaknya guru yang datang untuk dekat dengan mereka. Sambutan mereka
begitu hangat yang terlihat dari pancaran senyumannya. Seperti
tembang lagu Tanah Papua ciptaan Edo Kondolist, bahwa Tanah Papua, Tanah yang Kaya, Surga Kecil Jatuh ke Bumi.
Satu
hal yang masih disayangkan anak-anak disekolah ini masih banyak mencampur
adukan bahasa daerah dengan bahasa Indonesia. Terlebih dalam penggunaan bahasa
di ruang belajar, kadang dalam penulisan bahasa masih sering dijumpai bahasa
daerah yang mereka tulis, walaupun bahasa daerah Papua hampir mirip dengan
bahasa Indonesia yang dibaca dna ditulis singkat seperti saya dibaca sa, punya
dibaca pu. Itu sedikit merupakan suatu tantangan tersendiri buat saya untuk
mendidik anak-anak tersebut. Untuk memudahkan saya bersosialisasi dengan
masyarakat disekitar sekolah maka saya mencoba selalu bersosialisasi dan
mencoba mencatat bahasa mereka dan kadang ditiru dalam percakapan sehari-hari
di lingkungan mereka. Masyarakat disekitar sangat terbuka dan menerima
kedatangan saya, hal ini dirasakan karena sering diberi buah-buahan dan makanan
oleh mereka. Terlebih jika ada acara besar mereka. Masyarakat di desa atau
kampung Kuadas tempat saya ditugaskan ini sering mengadakan kegiatan syukuran
seperti syukuran ulang tahun, syukuran SIDI dan syukuran lainnya.
Sekitar lebih kurang enam bulan saya
di sini, saya perhatikan bahwa masyarakat kampung Kuadas khususnya sangat
toleransi dalam beragama dan suka memberi. Sehingga memberi kekuatan bagi saya
pribadi untuk bertahan di tempat tugas ini hingga saat ini.
Berbicara
tentang sekolah penempatan saya, yang berada di tepi pantai dan hutan gundul
dna hutan rimba Papua. Sekolah penempatan saya adalah SD YPK Bukit Sion Kuadas,
Distrik Makbon, Kab. Sorong, Papua Barat. Sekolah penempatan saya merupakan
sekolah swasta di bawah Yayasan Pendidikan Kristen. Sekolah ini berada di
sepanjang pesisir pantai Kuadas, dengan jumlah ruang belajar tiga kelas yakni
kelas 1,2,3 (ruang belajarl 1), kelas 4 dan 5 (ruang belajar 2) dan kelas 6
(ruang belajar 3). Serta satu ruang tamu, satu ruang Kepala Sekolah, satu ruang
guru sekaligus pustaka dan dapur sekolah.
Sekolah
penempatan saya ini terdiri atas 9 orang guru (4 PNS, 4 Honor dan 1 SM-3T). Tetapi
yang aktif cuma 4 orang guru PNS dan 2 orang guru honor termasuk saya satu
orang guru SM-3T. di sana tidak ada petugas TU bagian administrasi sekolah,
sehingga Kepala sekolah merangkap sebagai TU administrasi sekolah. Saya juga
sering dilibatkan dalam membantu Kepala Sekolah mempersiapkan segala hal
menyangkut administrasi sekolah. Jika dilihat jarak sekolah dengan kota Sorong
sekitar 2 jam. Bisa ditempuh dengan taksi kampung atau L200. Sekolah tersebut
masuk kategori sekolah pinggiran kota, karena akses tranportasi, akes listrik
dan air serta sinyal seluler ada. Walaupun di tengah perjalanan, kondisi jalan
cukup memprihatinkan. Kondisi jalan berlubang
dan banyak berbatu cadas membuat kendaraan cukup kesulitan melewatinya.
Sementara saya bertempat tinggal di dalam lingkungan sekolah, tepatnya di rumah
dinas yang kedua. Jumlah siswa aslinya sekitar 27-an, namun di dapodik tercatat
79 orang siswa.
Proses
belajar dan mengajar di SD tempat saya bertugas biasanya mengikuti kalender Pendidikan
dan kalender Yayasan Pendidikan Kristen yang bersumber dari klasis Sorong. Di
sekolah ini menggunakan Kurikulum KTSP (2006). Dalam PBM yang menjadi kendala
adalah jumlah buku teks pelajaran yang tidak memadai, hanya ada satu teks buku
pelajaran yang saya pegang. Jadi, saya lebih banyak mencatat dan menerangkan
pelajaran. Agar siswa juga bisa membaca saat di rumah ataupun menghadapi
ulangan harian atau semesteran. Kendala lain, siswa masih sering menulis
menggunakan bahasa daerahnya ketika mencatat apa yang ditulis di papan tulis
ataupun membuat tugas yang diberikan
kepada mereka.
Siswa
cukup bersemangat belajar, walaupun kadang ada juga yang malas-malasan ke
sekolah. Tapi kondisi itu disebabkan karena perpanjangan masa liburan semester.
Sebagian siswa ada yang cepat menangkap pelajaran dan ada pula yang kurang
cepat menangkap pelajaran. Sementara guru cukup bersahabat dan saling membantu
dalam pelaksanaan PBM misalnya ada guru yang tidak hadir, guru yang hadir
menggantikannya. Beberapa orang guru PNS cukup malas-malasan hadir di sekolah
dengan berbagai alasan. Sedangkan, masyarakat sendiri cukuo baik dan
menghormati keberadaan saya dan guru-guru lain di sini.
Hal
yang membuat saya mengesankan adalah ketika siswa datang ke rumah menanyai
kehadiran saya ke sekolah, karena waktu itu saya terlambat datang ke sekolah.
Serta siswa-siswa di pinggiran kota juga tertarik untuk belajar outdoor (luar ruangan) dan senang jika
pembelajaran dilakukan dengan beragam metode pembelajaran seperti saya melakukan metode eksperimen dalam pelajaran
IPA, siswa-siswa pun senang dan malahan ingin mencoba itu selalu. Di samping
itu ilmu-ilmu selama prakondisi dan pengalaman organisasi dan hobi saya
terapkan di tempat tugas. Sehingga sangat mendukung PBM itu sendiri.
Demikian testimoni singkat saya di tempat
penugasan saya yang hamper memasuki 6 bulan di sini. Terima kasih. Salam MBMI
V! (Writer: Hasan Asyhari, S.Pd, Guru SM-3T angkatan V asal LPTK UNP penempatan Kampung Kuadas, Distrik Makbon, Kab. Soorng, Papua Barat)
0 comments:
Post a Comment