Resensi Novel: "Zackya, Sang Wanita Tegar"
Perjuangan
Sang Wanita Palestina dan Suaminya
Judul
: Zackya, Sang Wanita Tegar
Pengarang
: Yusuf Atha ath-Thuraify
Penerbit
: Akbar Media Eka Sarana, Jakarta
Cetakan
: Pertama, Juni 2008
Tebal Buku
: xii+276 Halaman
Tak
terbayangkan oleh para penduduk negeri Palestina yang damai dan makmur bahwa
suatu saat yakni di penghujung tahun 1940-an mereka akan terusir dari daratan
mereka dan hidup dalam pengungsian. Mengungsi untuk selamanya dan tak ada
harapan kembali pada rumah yang menjadi kisah cinta dan kasih sayang penduduk
Palestina. Sebab, rumah-rumah itu akan menjadi tumpukan material bangunan
akibat serangan tentara penjajah yakni zionis Israel yang di back-up oleh Inggris dan Amerika.
Awalnya
para pengungsi masih berharap suatu nanti mereka akan tiba kembali ke kampung
halamannya. Namun seiring perputaran waktu mereka harus menerima kenyataan
pahit bahwa mereka terus hidup dalam kandang pengungsian. Tidak hanya terhenti
begitu saja mereka harus merelakan diri untuk pindah dari satu kamp ke kamp
yang lain.
Dunia
membiarkan Israel mencaplok dan menjelajah negeri Palestina. Perundingan demi
perundingan terus dilakukan namun tak menemukan titik terang. Terbukti, hingga
saat ini para pengungsi Palestina itu masih trercerai-cerai di berbagai tempat (negara)
dan hidup dalam lembah kegetiran, kemiskinan, kesulitan dan kemelaratan.
Padahal
di antara mereka ada para pejuang yang turut serta membela negeri Palestina nan
tercinta dari serbuan tentara Israel. Di antara mereka ada seorang pejuang
wanita dan suaminya yang terbawa arus takdir hingga menjadi pengungsi yang
akhirnya meninggal dunia dan dimakamkan di daerah pengungsian. Mereka adalah
Zackya dan suaminya Said. Mereka adalah pejuang pada masa mudanya dulu. Said
dijuluki sang pahlawan sedangkan Zackya seorang gadis yang sangat gigih dan
tidak mengenal kata takut akhirnya dihormati karena perangai baiknya membantu
pasukan pejuang melawan penjajah Israel.
Sepasang
pejuang syahid itu melewati arus kehidupan yang penuh kesengsaraan dan
penderitaan di berbagai kamp pengungsi. Said yang sedang mengalami cacat kaki
akibat tembakan musuh terus bekerja hingga usia senja demi menghidupi dan
menjaga keluarganya. Begitupun Zackya yang menghabiskan harinya dengan
menyulam, menjahit dan dikenal ahli berdagang.
Penulis
sangat pandai mengisahkan perjuangan Zackya dan Said seakan-akan diputarkan sebuah
film tentang kisah heroik pejuang Palestina. Baik ketika melawan dan
menghancurkan musuh di medan perlawanan maupun saat mencoba untuk bertahan
hidup di kamp-kamp pengungsian
Ramuan
kata-kata yang diungkapkan oleh Yusuf dalam novel ini seperti pelaporan seorang
wartawan yang meliput konflik di suatu daerah. Seakan-akan pembaca terbawa arus
dalam kisah yang sebenarnya.
Novel
“Zackya, Sang Wanita Tegar” ini tidak hanya menggugah simpati dan empati
pembaca terhadap perjuangan bangsa Palestina dalam memperjuangkan haknya, namun
lebih dari itu novel perjuangan ini mengajarkan kepada pembaca akan nilai-nilai
keberanian, keteguhan, kesabaran pengorbanan bahkan cinta dan kasih sayang yang
menyatukan persaudaran antar sesama.
Bagaimanapun
getrirnya kehidupan penduduk Palestina saat itu. Mereka tak akan pernah
khawatir akan segala hal yang menimpa mereka karena mereka yakin dengan
pertolongan Allah swt, Tuhan pemilik diri mereka.
Salah
satu yang menjadi titik kelemahan novel ini adalah dari segi kertas yang
digunakan. Karena kebetulan kertas yang dipakai adalah kertas koran sehingga
mengesankan novel ini tak ubahnya seperti tumpukan lembaran-lembaran koran yang
dibukukan. Semoga saja untuk cetakan selanjutnya pihak penerbit menggunakan
kertas yang berkualitas bagus agar terkesan lebih berharga lagi. Namun
kelemahan tersebut ditutup dengan berbagai kelebihan. Kisah yang diuraikan
secara sistematis memudahkan pembaca dalam memahami apa yang disampaikan
penulis dalam novel ini.
Oleh karena itu, novel perjuangan yang penuh
akan perjuangan melawan getirnya hidup melawan zionis Israel yang didukung oleh
kekuatan barat ini pantas sekali di baca oleh remaja khususnya sebagai tongkat
estafet bangsa Indonesia secara keseluruhan demi menjaga keutuhan maupun
kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (Hasan Asyhari)
0 comments:
Post a Comment