Monday, April 2, 2012

Kebudayaan dan Kepribadian

A.    Teori Pola Kebudayaan (Ruth Benedict)

1.Ruth Benedict, Ilmuwan Sosial Perempuan Yang Tangguh
           Terkait masalah pola kebudayaan ada seorang ilmuwan social perempuan yang mengutarakan masalah itu dan juga merupakan wanita pertama yang mencapai keunggulan sebagai ilmuwan sosial dan menunjukkan keteguhannya dalam menghadapi berbagai kesulitan dalam hidupnya ketika berhadapan. Beliau adalah Ruth Benedict, fokus utama kajian beliau adalah kepada hubungan antara individul dan masyarakatnya.
Ruth Benedict mendapatkan pendidikan yang kuat di Vassar College, sebuah sekolah terkenal di thn 1880. Sebuah sekolah yang bertujuan untuk mendidik wanita agar sejajar dengan laki-laki. Awalnya, Ruth Benedict tertarik kepada bidang kesastraan dan puisi. Pada masa selanjutnya ia menerbitkan puisi dalam berbagai majalah puisi dan jurnal. Pengalamannya dengan berbagai kritik analisis sastra nantinya berpengaruh kepada ke-antropologiannya. Ia banyak mempelajari isu-isu politik progresif, tren artistik modern, dan karya sastra sastrawan-sastrawan Jerman dan Amerika, terutama karya Fredrich Nietzche. Nietzche merupakan sastrawan Jerman yang memilih berkarya dengan menuliskan berbagai pernyataan filsafati sebagaimana dikatakan filosof Persia, Zarathustra dalam mendapatkan dan mengungkapkan kreativitas, yaitu dengan cara memberontak kepada kesesuaian dan bersemangat mencari kesepakatan-kesepakatan baru dengan hidup. Caffrey, seorang penulis biografi Ruth Benedict menuliskan bahwa Nietzche menganjurkan untuk menggunakan kreativitas iconoclasm, yaitu keinginan diri untuk mencipta diluar batas dirinya sendiri. Bagi Nietzche, kreativitas yang ia anjurkan adalah sebuah kreativitas yang menciptakan nila-nila baru. Perubahan nilai-nilai baru dilakukan dengan cara pemusnahan nilai-nilai lama dan kemudian menggantikannya dengan nila-nilai baru.
Nietzche juga menganjurkan untuk memusnahkan nilai-nilai moral yang konvensional dan kesesuaian karena memperlemah kreativitas. Ia menegaskan akan kesenangan/kenikmatan secara fisik. Ia menyebutnya sebagai penolakan terhadap materialism dan untuk para pembacanya agar membangun Tuhan-nya didalam dirinya sendiri. Pemikiran-pemikiran Nietzche ini kemudian memberikan pengaruh yang besar kepada pemikiran Ruth Benedict untuk dapat berkreativitas dan membebaskannya lepas dari kungkungan masa lalu serta mencapai kehidupannya di masa depan.
Pada tahun 1914, ia menikah dengan Stanley Benedict dan bercerai beberapa tahun kemudian. Pada umur 31 tahun, ia memasuki New School for Social Research. Setelah beberapa tahun kemudian ia mengambil program pasca sarjana dibawah supervisi Franz Boas di Columbia University dari tahun 1921 –1942. Boas mensupervisi disertasi Benedict yang berjudul “ The Concept of the Guardian Spirit in North America”. Disertasinya ini ditulis berdasar penelitian studi kepustakaan. Disertasinya ini mendiskusikan tentang implikasi budaya pada pengalaman keagamaan individu. Ia mencoba untuk melakukan pendekatan inovatif dalam mempelajari budaya melewati pemilihan keputusan yang dilakukan oleh individu. Pada tahun 1920-an, ia mengunjungi Amerika barat daya untuk melakukan penelitian (summer research). Antara lain daerah tersebut adalah Zuni (1924), Zuni dan Cochiti (1925), O’otam (Pima 1927), dan Mescalero Apache ( 1931). Penelitian Benedict di Zuni yang kemudian menjadi buku Pattern of Culture pada tahun 1934. Selama periode ini ia membangun ketertarikannya kepada kepribadian (personality) dan budaya.

2. Pola Kebudayaan
Buku “Pattern of Culture” atau Pola Kebudayaan merupakan buku yang populer hingga saat ini. Diperkirakan sejak tahun 1934 hingga tahgun 1974, telah terjual 1,6 juta copy dan telah dialihbahasakan kedalam 12 bahasa asing. Ide-ide dari buku ini dianggap telah meresap ke dalam masyarakat amerika modern dan diterima menjadi sesuatu yang biasa. Ada beberapa poin yang dapat diambil dari buku ini. Pertama, penegasan akan pentingnya budaya untuk melawan biology yang dikontraskan dengan perbedaan pola hidup diantara Zuni, Dobu, dan Kwakiutl. Ia menunjuk penyebab keutamaan budaya dalam memahami perbedaan antar manusia modern. Profil ketiga masyarakat ini begitu berbeda dari masyarakat Amerika. Kedua, Bendedict memberikan tekanan kepada pola dari kebudayaan. Konsep dari pola sesuai/cocok dengan beberapa cara kompleks elemen budaya yang Kroeber dan lainnya diskusikan, peritiwa yang dipolakan dari sifat/ciri yang ditandai oleh perbedaan kebudayaan kelompok. Tetapi Ruth Benedict dan anthropolog lain berusaha mencari sesuatu yang lebih inti dan dalam, mengarah kepada hubungan yang tidak hanya antara kumpulan dari sesuatu dan tingkah laku saja, tetapi lebih kepada gagasan, nilai, dan sesuatu yang mengkarakterkan masyarakat tertentu.
Gagasa Benedict tersebut diatas dipengaruhi oleh ide konfigurasi “Gestalt” yang berpengaruh ketika itu. Gestalt merupakan gagasan yang diambil dari bahasa Jerman yang artinya gambaran bentuk fisik Gestalt merupakan gagasan yang digunakan oleh para psikolog ketika mengaplikasikan gagasan pada eksperimen dalam proses pembelajaran tingkah laku yang menyarankan manusia untuk merespon pola yang ada dibawahnya/mendasarinya yang keluar oleh kejadian khusus daripada oleh rangsangan respon langsung. Gagasan Gestalt tentang konfigurasi merupakan konfigurasi yang dibentuk dari pola yang dihubungkan antara fakta dan kejadian dengan sikap dan keyakinan yang melatarbelakanginya.
Ruth Benedict membuat gagasan dari gestalt/konfigurasi/pola menjadi pusat kajiannya. Ia melihat bahwa kerangka subyektif, merupakan bentuk yang didukung oleh pengalaman masa lampau dan merupakan hal yang penting dan tidak dapat diabaikan. Ketika Benedict mengkontraskan obyektif dan subyektif, ia tidak menggunakan subyektif sebagai sinonim untuk opini yang berlebihan atau proyeksi yang etnosentrik, ia lebih condong untuk mengkarakterkan nilai-nilai subyektif yang menjelaskan mengapa anggota dari masyarakat tertentu berlaku dalam cara-cara tertentu. Ia menggunakan konsep pola yang mengacu kepada nilai-nilai yang ada dalam masayarakat. Ia menulis bahwa “Budaya ..lebih dari merupakan sejumlah sifat/ciri mereka. Kita mungkin tahu tentang semua distribusi bentuk perkawinan, tarian ritual, dan inisiasi pubertas dan belum memahami apapun dari kebudayaan sebagaimana kesatuan yang luas dimana digunakan elemen pada tujuan tertentu “. Dari kutipan tulisan ini, dapat kita pahami pemikiran Benedict yang mencoba untuk melihat kebudayaan lebih dalam daripada sekedar tindakan/tingkah laku yang terlihat saja.

3.Tiga Pola Kebudayaan
Benedict mengungkap perbedaan pola kebudayaan dengan mengkontraskan tiga kebudayaan yang ditelitinya, yaitu masyarakat Indian Pueblo (Zuni & Hopi), masyarakat Dobu yang tinggal di pantai selatan timur Papua New Guinea, dan masyarakat Indian barat laut (Tsimshian, Kwaliutl, Coast salish) yang hidup antara Puget Sound dan barat daya Alaska. Ketiga kelompok ini dipilih karena pernah diteliti oleh antropolog yang dipercayainya: Reo Fortune di masyarakat Dobu, Boas di masyarakat Indian pantai barat laut, dan Benedict sendiri di Zuni. Ia menyusun konfigurasi kebudayaan masing-masing kebudayaan tersebut. Menyusun detail etnografi ke 3 kelompok masyarakat tersebut.. Menyelidiki elemen fundamental dari pola budaya. Sebagai contoh ia menulis masyarakat Dobu sebagai masyarakat yang paranoid dan bernafsu. Ia menyebutkan antara lain sebagai masyarakat yang berwajah keras, sopan, dan bernafsu, diliputi oleh rasa keirian, kecurigaan dan kemarahan. Setiap kesempatan untuk mencapai kemakmuran dipahami sebagai dunia kedengkian yang diraskan oleh lawannya. Orang yang baik/ideal bagi masyarakat Dobu adalah orang yang mempunyai banyak konflik sebagai nilai kreditnya, sebagaimana seseorang melihat fakta dimana ia dapat bertahan dengan sebuah ukuran dari kemakmuran. Pemikiran ini, ia kontraskan dengan masyarakat Zuni sebagai masyarakat yang penuh dengan martabat dan kesopanan. Masyarakat yang tidak mempunyai keingingan untuk memimpin dan seseorang yang tidak pernah mengleluarkjan komentar atas tetangganya. Ia mengkarakterkan masyarakat Pueblo sebagai masyarakat yang tenang dan harmonis. Masyarakat Kwalitul sendiri, ia lihat sebagai masyarakat yang memperkaya diri sendiri dan mengagungkan diri-sendiri.
Benedict tidak hanya menceritakan prasangkanya tentang masyarakat tersebut, ia juga menawarkan generalisasi etnografi tentang perbedan nilai dari masyarakat yang berbeda. Ia meminjam istilah yang dikemukakan oleh Nietzche, yaitu Apollonian dan Dionysian. Kedua nama ini didasarkan atas nama yang dideskripsikan oleh Nietzche berdasarkan atas tragedy Yunani. Kemudian ia mengkontraskan konfigurasi kebudayaan masyarakat Zuni atau masyarakat Puebloan, dengan masyarakat Kwakiutl dan masyarakat Amerika Utara dengan meminjam istilah Nietzche itu. Ia membicarakan tentang 2 cara dalam melihat nilai-nilai yang ada. Dionysian merupakan nilai-nilai yang menghapuskan batas-batas kebiasaan dan batas eksistensi manusia untuk mencapai momen yang paling berharga dengan menembus di luar batas panca indra, agar dapat mencapai eksistensi yang lain. Ia melihat Dionysian dalam pengalaman personal dan ritual, adalah melalui pencapaian keadaan psikologi tertentu agar mencapai perbuatan yang dluar batas/berlebihan (excess). Analogi terdekat dengan apa yang ia lihat adalah emosi yang ia lihat dalam kedaan kemabukan dan ia nilai sebagai iluminasi dari kegilaan. Ia percaya bagian dari perbuatan di luar batas akan menuju kepada tempat yang bijak. Masyarakat Indian secara keseluruhan termasuk di Mexico, menurutnya adalah tipe yang Dionysian. Mereka dinilai dari semua pengalaman kekerasan, dimana semuanya berarti manusia mungkin memecahkan sensor rutin kebiasaan, dan semua pengalaman yang mereka alami akan diatribusikan sebagai nilai tertinggi.
Apollonian tidak percaya akan hal ini dan selalu mempunyai ide yang tidak begitu berbeda dari alam seperti pengalaman yang mereka alami. Menurut Benedict, masyarakat Zuni atau Indian Puebloan adalah masyarakat yang bertipe Apollonian. Suatu masyarakat yang telah teratur dengan tatanan yang baik . Hal ini tercermin dalam tradisi mereka. Pengaruh akan kekuatan yang melawan tradisi dinilai tidak menyenangkan dan berusaha diminimalkan dan pranata mereka. Mereka juga mempunyai ketidakpercayaan atas perbutan yang berlebihan dan suka pesta pora. Bagi Benedict, masyarakat Indian daratan secara keseluruhan sebagian merupakan Dionysian atau menilai perbuatan yang berlebihan sebagai pelarian kepada kondisi eksistensi yang keluar dari panca indra. Walaupun dalam berbagai perbedaan dalam bahasa dan kebudayaan, ia melihat condong untuk mengkarakterkan masyarakat Indian pada perilaku Dionysian. Dengan beberapa bukti yang mencurigakan adalah ketika mempertanyakan visi di dalam individu dalam melewati puasa, merokok, dan mutilasi diri, dengan maksud mencoba untuk menembus kontak langsung dengan supernatural. Seperti seperangkat nilai inti yang dibentuk oleh praktek kebudayaan yang besar, kemudiuan menghasilkan pola kebudayaan.
Oleh Ruth Benedict individu baginya tidak semua dapat menyesuaikan diri dengan pola kebudayaan yang ada dalam kehidupannya. Ia melihat konflik antara individu dan kebudayaan. Bagian akhir dari buku “Pattern of Culture” mengalamatkan permasalahan ini. Sifat manusia begitu lunak, teguran dari satu kebudayaan begitu eksplisit dan sangsi akan ketidak patuhan begitu kerasnya, dimana masyarakat luas tidak hanya menerimanya sebagai inti kebudayaan tetapi juga berasumsi bahwa pranata mereka merefleksikan kondisi ideal yang pokok. Benedioct beragumentasi bahwa deviasi/penyimpangan adalah konflik antara kepribadian individu dan nilai kebudayaan yang diberikan dan tidak merupakan dimensi yang benar-benar tunggal bagi semua orang.
“Pattern of Culture” mengajukan konflik yang menarik antara individu dan kebudayaan di satu sisi, disisi yang lain kebudayaan adalah ekspresi dari inti nilai dimana hampir setiap orang mempelajari dan menyerapnya, disisi yang lain juga adalah kepribadian individu yang mencoba untuk mengartikan lain arti kebudayaan. Didalam “Pattern of Culture” terdapat tidak hanya nilai-nilai kebudayaan yang relatif, tetapi juga definisi dari penyimpangan. Buku Benedict ini merupakan buku text antropology yang membahas hubungan antara kebudayaan dan kepribadian.
Jadi, dalam teori Benedict setiap kebudayaan ada aneka ragam tipe temparamen, yang telah ditentukan oleh faktor keturunan (genetik) dan faktor ketubuhan (konstitusi), yang timbul berulang-ulang secara universal. Namun, setiap kebudayaan hanya memperbolehkan sejumlah terbatas dari temparemen tersebut berkembang.
 B.     Lukisan Anak-anak di Bali

Lukisan Anak-anak di Bali adalah tulisan hasil pengamatan Jane Bolo mengenai proses perkembangan melukis menurut gaya tradisional dari 20 orang anak laki-laki Bali yang berumur 3 sampai 10 tahun. Anak-anak itu sengaja dikumpulkan, diberi alat-alat melukis dan disuruh melukis pada saat mereka ingin melakukannya. Anak-anak itu penghuni desa Sajan, Kabupaten Gianyar
Lukisan Anak-anak  di Bali mengambarkan pengaruh kebudayaan terhadap proses penempaan seorang seniman. Anak-anak di Bali sejak kecil sudah tergantung pada kondisi kebudayaannnya, dia mempelajari arti dari lambang-lambang kebudayaannya, dia belajar untuk membiasakan sikap yang khas tehadap kesenian. Bila telah menjadi dewasa maka dia akan menjadi seorang Bali yang menghasilkan karya kesenian dan menjadi peminat yang menghargai kesenian, karena di Bali, kesenian bukanlah urusan dari beberapa orang saja namun menjadi milik setiap orang.
            Dalam semua aspek seni rupa di Bali, seni lukis, seni ukir dalam merencanakan gambar wayang untuk wayang kulit dan mengukir topeng-topeng, keserupaan dengan bentuk tradisional sangat jelas tampaknya. Anak-anak di Bali melukis sesuai apa yang dilihatnya, seperti acara-acara wayang kulit, sabuk ayam dan sebagainya. Sehingga ketika disuruh untuk melukis mereka lebih memilih melukis gambar-gambar tersebut berbeda dengan anak-anak kebanyakan yang apabila disuruh melukis mereka lebih cenderung melukis gambar gunung atau pemandangan alam lainnya. Jadi, disini terlihat jelas betapa kebudayaan mempengaruhi kepribadian anak-anak di Bali saat itu.   


Daftar Pustaka
Danandjaja. James. 1988. Antropologi Psikologi. Jakarta: CV. Rajawali.
Ihromi,T.O.(ed).1980. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia.
26  Februari 2012.

0 comments:

Post a Comment