“Konsep tentang Dinamika Masyarakat dan kebudayaan (Konflik dan Integrasi), Problem Integrasi Bangsa
A . Konflik dan Integrasi
Dalam konteks kehidupan sosial, manusia dianggap sebagai sebuah species
yang tidak dapat memisahkan diri dari kelompoknya. Sebagian besar kalangan
sepakat bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan
lingkungannya. Sehingga, ciri dasar yang melekat pada manusia adalah kemampuan
interaksi sosial yang ia lakukan.Walaupun demikian, tidak selamanya interaksi
sosial berjalan dengan baik. Terkadang dalam proses interaksi sosial, manusia
seringkali dihadapkan dalam berbagai permasalahan yang menyebabkan perselisihan
dan konflik.Konflik ini biasanya terjadi dalam dua hal.Pertama, Konflik
kelompok, yaitu sebuah konflik yang terjadi pada tataran integrasi sosial.Masyarakat yang homogen
biasanya mudah melakukan interaksi dengan sesamanya.Sebaliknya, pada masyarakat
yang memiliki bentuk heterogen, manusia seringkali terlibat pada konflik yang
terjadi sesamanya.
Konflik ini bisa muncul dalam bentuk yang laten (tersembunyi dan tidak
nampak dipermukaan) maupun memiliki
bentuk manifest (terbuka dan mudah diketahui). Selain konfik pertama yang
terdapat dalam integrasi sosial, Dahrendorf menyebutkan bahwa permasalahan
serius yang kerap muncul dalam kehidupan bermasyarakat adalah konflik kepentingan.
Bentuk interest conflict kerap muncul dalam kehidupan masyarakat, masyarakat
yang homogen maupun heterogen terjebak dalam nuansa konflik ketika kepentingan
yang dimiliki masing-masing individu maupun kelompok saling
bertentangan(incompability) dan sulit dicari penyelesaiannya. Pihak yang satu
menginginkan kepentingannya diutamakan, sedangkan pihak yang lain juga memiliki
keinginan yang serupa.Pergeseran dua kepentingan yang dimiliki dua kelompok
berbeda, tidak jarang juga memancing timbulnya konflik.
Pada masa agraris, yaitu masa interaksi sosial masih menggantungkan pada
pola-pola kinship (Gemeinschaft pattern), konflik yang terjadi biasanya terkait
dengan pola persaingan dalam upaya pemenuhan kebutuhan fisik dan perolehan
kekayaan pribadi. Penyelesaian konflik
yang terjadi dalam interaksi kekeluargaan, tergantung pada kewibawaan seseorang yang paling dihormati
dalam kelompok yang diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan.Metode mediasi
ini terbukti efektif, sebab hubungan yang ada masih menggunakan standar
kekeluargaan.
Seiring dengan perkembangan zaman, pola interaksi gemeinschaft tidak dapat
dipertahankan lagi.Pola ini kemudian berkembang menjadi pola interaksi
geselschaft, yaitu pola interaksi contractual dengan menggunakan asas manfaat
demi kepentingan kelompok masing-masing. Pada masa inilah konflik antara
kelompok mulai dikenal dan biasanya dihubungkan dengan persaingan kelas dan
kolonialisasi wilayah. Penyelesaian konflik pada era ini, tidak lagi
menggunakan pola kewibawaan personal melainkan berdasarkan kesepakatan
perdamaian antar kelompok.
Menurut Hobbes, konflik merupakan gejala instrintik yang tidak mungkin
dihindarkan dalam kehidupan manusia, semua literatur peradaban manusia mencatat
konflik sosial pada masanya. Berbeda dengan Hobbes, Roger M.Keesing menyatakan
bahwa manusia memiliki sifat alamiah untuk terlibat dalam konflik.Hal ini dapat
kita ketahui dari perilaku agresif yang dimiliki manusia, ingin merampas
wilayah, dan bersaing dengan sesamanya.Manusia laki-laki cenderung memiliki sifat
dominant kepada pihak wanita, Sebaliknya pihak wanita juga memiliki kecendrungan
menguasai laki-laki.
Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik
yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak
sempurna dapat menciptakan konflik. Integrasi berasal dari bahasa inggris
"integration" yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. integrasi
sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling
berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan
masyarakat yang memilki keserasian fungsi.
Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di
mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap
kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan
mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu: Pengendalian terhadap
konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu. Membuat
suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu. Sedangkan yang disebut
integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu
sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan. Suatu integrasi
sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai
tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara
sosial budaya.
Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktur sistem sosial
senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut : Suatu masyarakat
senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara
sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang
bersifat fundamental (mendasar). Masyarakat terintegrasi karena berbagai
anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial
(cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan
sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya
loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap
berbagai kesatuan sosial.
Penganut konflik berpendapat bahwa masyarakat terintegtrasi atas paksaan
dan karena adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok. Integrasi
sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan
tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai dan norma, dan pranata-pranata
sosial
Faktor
penyebab konflik:
1. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian
dan perasaan
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki
pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan
pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat
menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial,
seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung
pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan
berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa
terhibur.
2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk
pribadi-pribadi yang berbeda
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya
akan menghasilkan konflik. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada
akhirnya akan menghasilkan konflik.
3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang
berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau
kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat
melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh,
misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh
masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari
kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani
menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk
membuat kebun atau ladang.
Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya
diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta
lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di
sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan
kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat.
Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik,
ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau
antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan
pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para
buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan
pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta
volume usaha mereka.
4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak
dalam masyarakat
Perubahan
adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami
proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab
nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian
secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang
berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja
dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.
Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun
dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai
kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan
waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas
seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan
ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan
proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan
terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan
masyarakat yang telah ada.
B
. Problem
Integrasi Bangsa
Di
luar masalah pembangunan ekonomi, masalah serius yang dihadapi Republik
Indonesia pada masa awal kemerdekaannya adalah masalah persatuan bangsa, atau
integrasi nasional. Syukurlah setelah tahun 1969, Indonesia tampaknya seperti
sudah berhasil melewati masa-masa kritis dalam persoalan-persoalan politiknya,
sehingga dapat lebih berkonsentrasi kepada pembangunan ekonomi.
Pemberontakan-pemberontakan besar dengan alas an kedaerahan, keagamaan, dan
idiologi sudah berhasil dipadamkan. Sementara itu gerakan-gerakan perlawanan
kecil dapat ditekan dengan gaya kepemimpinan kuat Soeharto.
Meskipun
demikian, ini tidak berarti bahwa Indonsia sudah masuk ke dalam zaman kemapanan
dalam bidang politik. Sewaktu-waktu, sebagian orang masih mengkhawatirkan
sekam-sekam perpecahan politik akan kembali berkobar, lalu menghanguskan apa
yang sudah dicapai selama ini. Persatuan bangsa masih tetap memerlukan
pembinaan yang serius secara terus-menerus. Ketidakpuasan sebagian Orang Aceh,
Orang Irian, Orang Timor Timur kepada cara Pemerintah Pusat dalam
mengikutsertakan putra daerah dalam menjalankan pembangunan, misalnya, masih
menjadi kerikil penganggu keamanan. Di Riau dan Kalimantan Timur, pengambilan
porsi yang terlalu besar oleh Pemerintah Pusat atas devisa yang dihasilkan
daerah-daerah tersebut masih menjadi buah mulut tokoh-tokoh daerah. Kegeraman
buruh, petani kecil, dan penduduk miskin kota dalam melihat cara pemerintah
memanjakan dan berpihak kepada pengusaha-pengusaha besar, khususnya dari
kalangan non-pribumi, telah menimbulkan cetusan-cetusan unjuk rasa, ada yang
dengan cara damai dan ada pula yang keras.
Keprihatinan
partai-partai politik dalam melihat kolaborasi Golkar, ABRI, dan Birokrasi
dalam usaha memenangkan pemilu makin hari semakin mendalam. Kritikan terhadap
persekongkolan tidak sehat ini hilang saja tidak digubris. Sementara itu,
peringatan orang-orang arif bijaksana dan rohaniwan tentang makin merosotnya
moral masyarakat, makin maraknya perbuatan korupsi di kantor-kantor pemerintah,
dan makin kentalnya suasana nepotisme dalam kehidupan bernegara, lenyap seperti
batu tercampak ke lubuk.
Di
atas hanyalah beberapa tanda-tanda tentang masih rentannya persatuan Indonesia
secara politis. Singkatnya, integrasi nasional, khususnya secara politis,
antara golongan yang memerintah dan golongan yang diperintah, dan secara
ekonomis, antara golongan ekonomi kuat dan golomgam ekonomi lemah, masih tetap
menjadi masalah serius dalam agenda kepolitikan Indonesia, dank arena itu perlu
terus diperhatikan dan dicari jalan keluarnya.
Daftar Rujukan:
Marzali, Amri.
2005. Antropologi dan Pembangunan
Indonesia. Jakarta:
http://Fajar.blogspot.com.diakses
tanggal 7 Maret 2012.
0 comments:
Post a Comment