“Mencari Identitas Kebudayaan Indonesia Raya”
1.Polemik kebudayaan dan latar
belakang terjadinya
Polemik Kebudayaan merupakan salah satu judul buku yang
disusun oleh Achdiat Kartamihardja pada tahun 1948 sesudah perang kemerdekaan. Berbagai
tulisan yang mencoba membahas konsep tersebut dari berbagai perspektif, yaitu polemic,
tampak terbit pada dasawarsa 30-an. Sebagaian dari tulisan itu menyangkut
permusyawaratan perguruan Indonesia di solo, tanggal 8-10 Juni 1935. Musyawarah
tersebut diikuti antara lain oleh S.T. Alisjahbana, Sanusi Pane, Soetomo,
Tjindarbumi, Adinegoro, Poerbatjacaraka, Ki hajar Dewantara dan lain-lain.
Alsjahbana berpendirian bahwa konSEsebenarnya baru timbul dan disadari pada
abad ke-20 oleh generasi muda Indonesia yang berjiwa dan bersemangat
keindonesiaan. Sebelumnya telah berkembang kebudayaan-kebudayaan suku bangsa di
daeerah. Kemudian beliau menganjurkan agar generasi muda tidak terlampau
tersangkut dalam masalah kedaerahan, sehingga bisa menciptakan suasana yang
penuh dengan semangat nasionalisme.
Alisjahbana
mengungkapkan pentngnua unsure-unsur budaya barat dalam mengkreasikan
kebudayaan Indonesia seperti teknologi, orientasi ekonomi, keterampilan
beorganisasi secara luas adalah ilmu pengetahuan. Dalam usaha membangun
masyarakat Indonesia Raya,orang Indonesia mempertajam rasio akalnya dan mengambil
alih dinamisme dari dunia barat.
Pandangan di
atas memang berorientasi ke materialism, intelektualisme, dan indivisualisme.
Sehingga memicu kecaman dari beragai pihak, sanusi Pane mengambakan bahwa
kebudayaan Indonesia sebagai kebudayaan timur harus mementingkan kerohanian,
perasaan dan gotong royong. Oleh karena itu Pane tidak menyetujui gagasan dari
Sjahbana. Apalagi, jika harus keluar dari kondisi pra Indonesia itu akan
memutus sambungan mata rantai sejarah Indonesia itu sendiri.
Di sisi lain, Poebatjaraka
menyarankan agar orang Indonesia banyak mempelajari sejarah dan sejarah
kebudayaannya di masa lalu. Agar mampu menciptakan kebudayaan baru yang
.sementara itu, Ki Hajar Dewantara mengungapakan bahwa kebudayaan nasional itu
merupakan puncak-puncak dari kebudayaan daerah. Polemic kebudayaan tidak hanya
mempersoalkan kebudayaan nasional tetapi malah berpokok pada masalah pendidikan
kebudayaan. Di sini terlihat seakan-akan ada dua persepsi. Persepsi pertama
mementingkan bagaimana kita dapat membuat generasi muda yang akan menjadi
manusia Indonesia Baru itu bisa lebih cerdas pikiranya. Persepsi kedua tidak
berpangkal kepada gagasan mengenai sifat-sifat yang yang masih kurang pada
bangsa Indonesia, tetapi member tekanan pada bagaimana seharusnya pendidikan
nasional itu mementingkan pengembangan nilai budi yang luhur, perasaan yang
halus, kesusilaan yang tinggi dan mentalitas suka berkorban, dan sebagainya.
Secara garis
besar yang menjadi polemic dari kebudayaan nasional Indonesia adalah:
·
Rasa kedaerahan
·
Tidak adanya acuan yang jelas dalam
menetapkan standar budaya nasional
·
Adanya perbedaan tokoh-tokoh cendikiawan
Indonesia yang belum menemukan satu titik temu.
2. Mainstream Pemikiran dalam
Polemik Kebudayaan Indonesia Raya
Adapun
mainstream dalam polemic ini adalah bagaimana caranya agar terciptanya
kebudayaan nasional Indonesia yang menyeluruh dan tidak menimbulkan sifat
kedaerahan lagi. Sehingga mampu menunjang terbentuknya integrasi bangsa. Dalam
hal ini yang bisa menjadi mainstream atau pokok pemasalahan, yaitu:
·
Masyarakat yang majemuk
·
Masyarakat yang tersebar di wilayah yang
relative luas
·
Besarnya biaya untuk mengadakan
penelitian yang mampu mencari ataupun menemukan unsure kebudayaan yang bisa
disatukan menjadi kebudayaan nasional.
Daftar Rujukan:
Koentjaraningrat.
1994. Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan Nasional.Jakarta: Gramedia.
Miharja,
Ahdiat K. 1998. Polemik Kebudayaan. Jakarta: Balai Pustaka.
http://vebymega.blogspot.com/2008/03/tak-ada-urusan-dengan-polemik.
0 comments:
Post a Comment