Catatan Hati: JJS with Motor Cycle
Perjalanan awal dimulai dengan
mengitari daratan bawah bukit tui. Dalam perjalanan kami sempat besorak-sorai
dalam hati melihat indahnya ciptaan Tuhan. Pohon-pohon hijau di kanan dan kiri
menghijaui mata kami. Tak lupa melirik para pekerja di pondok kapur yang menghela perasaan kami kala itu. Melirik ke
arah kanan, terlihat bungkahan batu kapur dan tumpukan karung goni putih berisi
kapur menyoroti pandangan kami yang masih awam dengan suasana bawah bukit tui.
Di sana kami juga melihat asap-asap pembakaran batu kapur yang bergumpal dan
cukup menyumbati indera penciuman kami.
Terus, terus berjalan. Kami sempati
berfoto di jalan beraspal yang cukup lebar ruasnya. Di sisi kanan dan kiri
terlihat tanah-tanah coklat gembur yang terpadat rapi. Tak banyak yang melewati
jalanan itu. Serasa hidup di perkampungan sunyi. Sesekali kami melihat
hewan-hewan peliharaan warga seperti kambing. Dan kami juga melihat beberapa
orang pemuda sedang menarik anjing ke jalanan.
Setelah itu, Amrizal mengusulkan
pergi ke rumah Surya Deswita yang tak berapa jauh dari lokasi berada saat itu.
Bertabur tawa dan kesenangan menikmati Ciptaan Tuhan. Kami-pun melaju ke rumah
Dewi, panggilan akrabnya. Setiba di sana, kami disambut riang oleh Ibu dan Dewi
sendiri. Kami tak langsung masuk ke dalam rumah Dewi. Sebab kami ingin ke parak (ladang) Dewi.
Ya, Dewi-pun paham dan langsung menemani
kami ke parak amak-nya (ibu-nya). Berjalan melewati pematang bersemen hingga
berjalan di atas pematang tak bersemen. Sebenarnya tidak masalah bagi kami
selaku muda-mudi ini berjalan di atas itu. Hehe. Jiwa muda mesti dibangkitkan
untuk melihat hal-hal yang natural. Di sisi kanan, kiri, depan dan belakang
tersorot ladang-ladang warga dengan tanaman bawah perai, saledri, cabe, terong
dan banyak lagi. Warga di sini lebih senang bertanam seperti itu. Ya, bak buah
simalakama. Jika hasil cabe bagus dalam artian kualitas dan kuantitas maka bisa
dijual dengan harga yang cukup mahal. Nah, dari sanalah kebanyakan mata pencaharian
warga. Baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk sekolah anak-anak mereka.
Tak lama kemudian, hari-pun sudah
mulai malam, langit kelihatannya gak bersahabat lagi dengan kami. Kami-pun
langsung pulang ke rumah Dewi. Beruntung saja kami tidak langsung pulang ke
rumah masing-masing karena beberapa menit setelah itu hari hujan lebat. Hingga
masuk waktu shalat maghrib, kami masih terkurung hujan lebat di rumah Dewi.
Keluarga Dewi sangat baik kepada kami. Kenapa tidak, kami dilayani bak tamu baru
kenal. The panas dan keripik kacang dipersembahkannya untuk kami. Suasana yang
semula dingin beku berubah menjadi dingin panas. Kami juga dibuatkan mie rebus
instan plus telur ayam ras yang dicelup ke dalam rebusan mie tadi. Tentu
menambah girah (semangat) kami untuk
makan. Apalagi di saat-saat hujan lebat, pasti rasa lapar tersinar dari wajah
kami. Hingga pukul 19.30 WIB, Alhamdulillah hujan sudah reda. Kami-pun pulang
ke rumah masing-masing. Terima kasih Tuhan, terima kasih teman-teman semua.
Semoga kisah perjalanan ini akan berlanjut! Semoga kekompakan kita terus terjaga! AAMIINN. :)
Beberapa dokumentasi:
Beberapa dokumentasi:
0 comments:
Post a Comment