Tuesday, May 15, 2012

Teori dan Realita

                                       sumber: zynote.blogspot.com
            Itulah kata-kata yang keluar dari teman-teman saya di kampus, ketika kami berbincang-bincang mengenai anak jalan. Masing-masing dari kita beradu pendapat atau argument yang berbeda-beda berdasarkan teori yang sangat mereka pahami, ada yang melihat dari teori A, B, C dan lain-lain. Maklum saja, karena saya dan teman-teman adalah mahasiswa Sosiologi yang sanagat akrab dengan berbagai teori. Saat ini di bangku perkuliahan saya sedang memakan puluhan teori-teori dari para ahli sosiologi (sosiolog) tanpa harus patuh akan teori-teori yang disampaikannya. Berbagai teori-teori saya pelajari mulai dari teori klasik, modern hingga post modern.
            Tak jarang ketika saya melihat sebuah fakta atau realita di tengah masyarakat. Saya langsung melihat bentuk nyata dari teori yang saya pelajari. Sebut saja mengenai pengemis yang meminta-minta di sekitaran luar kampus . Dalam realita tersebut saya menghubunginya dengan teori Dramaturgi oleh Ervin Goffman. Teori yang melihat bagaimana peran dari aktor (pengemis) ketika berada di panggung depan, saat mengemis di hadapan khalayak ramai dengan panggung belakang, ketika pengemis tidak berada di hadapan khalayak ramai. Yang tujuannya bukan untuk memainkan peran bak sebuah drama di atas panggung drama (pentas) namun guna mempertahankan citra dalam masyarakat. Dalam mengemis belum tentu mereka benar-benar seorang yang sangat miskin akan keadaan hidup. Hal itu saya jumpai ketika di saat pengemis tadi menggunakan handphone yang memiliki fiture yang cukup canggih di belakang sebuah taman di pusat kota.
            Adapula realita lainnya, saya jumpai ketika menjumpai seorang karyawan tata usaha di gedung fakultas tempat saya kuliah. Karyawan yang bertubuh gemuk dan berjilbab itu kelihatan  kiler dan menakutkan ketika saya berinteraksi dengannya dalam sebuah urusan. Wajahnya yang kelihatan ingin marah selalu dan suara yang agak keras dan kasar. Saya dapat memahami dari simbol-simbol yang diperlihatkan bahwa dia orang yang keras, tegas, tidak suka bertele-tele. Jika dikaitkan dengan teori sosiologi, realita seperti itu merupakan teori Kekerasan Simbolik yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu. Dengan simbol sikap yang ditampilkan tadi saya dapat menafsirkan akan dia, meskipun belum tahu apakah kepada saya saja dia seperti itu ataupun ke seluruh mahasiswa di fakultas saya yang berinteraksi dengannya. Sebagai mahasiswa jurusan sosiologi saya sangat mudah melihat fenomena-fenomena atau realita dari teori-teori yang saya pelajari dari bangku perkuliahan karena sangat erat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Dari teori tadi dapat ditangkap berbagai realita yang ada dalam masyarakat, namun jangan sampai termakan akan teori-teori yang akan merusak kaidah (keyakinan) kita kepada sang khalik.(HASAN ASYHARI, Mahasiswa Jurusan Sosiologi FIS UNP)

0 comments:

Post a Comment