Tuesday, January 14, 2014


Oleh : Piki Setri Pernantah*

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran : 104)

Dakwah kampus adalah suatu hal yang mungkin tak asing lagi untuk didengar. Hal ini menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dibahas dan diperhatikan. Dengan berbagai pergerakan dan dinamikanya, para aktivis dakwah kampus terus-menerus secara berkesinambungan menjalankan agendanya. Kampus semakin akrab dengan nuansa pergerakan mahasiswa muslim, dengan berbagai aktivitas yang dilakukan seperti mentoring, kajian rutin, halaqah, seminar sampai pada aksi-aksi keummatan. Kampus tidak lagi sekedar tempat tumbuhnya lokus intelektual semata. Ia pun semakin kental menjadi pusat pertumbuhan semangat dan aktivitas keislaman yang signifikan.

Nah, sekarang siapa itu aktivis dakwah kampus? Aktivis dakwah kampus adalah para mahasiswa yang aktif dalam kegiatan dakwah dan keislaman di dalam tataran kampus. Mereka adalah orang-orang yang selain sibuk menjalankan aktivitas perkuliahan, mereka juga aktif untuk berdakwah dan berusaha menyebarkan segala kebaikan. Selain itu, para aktivis dakwah kampus juga merupakan para mahasiswa yang tentunya berhubungan langsung dengan lingkungan kampus, menuntut mereka untuk mampu bersosialisasi di unsur-unsur yang ada dalam maupun luar kampus sekalipun. Sebagai contoh, dalam lingkup studinya baik di fakultas atau jurusan, organisasi mahasiswa atau UKM, kontrakan atau kos teman, dan sebagainya. Hal-hal semacam ini hendaknya menjadi perhatian dan ditanggapi secara bersama oleh para aktivis dakwah kampus sebagai sebuah peluang untuk mengembangkan misi dakwahnya.

Sarana yang digunakan untuk aktivitas dakwah mereka adalah seperti lembaga-lembaga dakwah yang ada di kampus. Dalam lembaga dakwah kampus tersebut, para aktivis dakwah tentunya memiliki ranah dan amanah-amanah yang berbeda, sesuai dengan kebutuhan organisasi dan potensi yang dimiliki oleh para aktivis. Terdapat tiga ranah yang ada di dalam aktivitas dakwah kampus, yaitu ranah dak’wi, ranah siyasi, dan ranah ilmi’. 

Dalam setiap aktivitas dakwah di kampus, tentu banyak hal yang dapat dilihat dan dirasakan oleh para aktivis dakwah. Berbagai tantangan mesti dihadapi, berbagai persoalan mesti dicarikan solusi serta berbagai permasalahan dan pertanyaan mesti mendapatkan jawaban. Sebuah jawaban yang harus didapatkan dari para aktivis dakwah kampus sebagai para pelaku dalam menjalankan misi dakwahnya. Begitupun tidak terkecuali sebuah lembaga dakwah kampus, tentunya akan banyak tantangan, hambatan atau kendala yang dihadapi terkait visi dan misi suatu lembaga tersebut. Hal itu juga membutuhkan solusi dan jawaban.

Untuk menjawab berbagai permasalahan dan problematika yang dihadapi dalam aktivitas dakwah, baik dalam pribadi aktivis dakwah maupun lembaga dakwah. Hal yang pertama yang mesti diperhatikan adalah posisi dari para aktivis dakwah. Pada dasarnya para aktivis dakwah kampus sama dengan mahasiswa lain. Namun, dalam setiap aktivitasnya para aktivis dakwah kampus selalu mendapat sorotan dari para mahasiswa lain. Posisi para aktivis dakwah yang senantiasa dalam setiap aktivitasnya berusaha memberikan dan menebarkan nilai-nilai kebaikan dikampus, hal itu bisa saja menjadi suatu bahan kajian yang pragmatis bagi mahasiswa lain atau orang sekitar terkait pola perilaku dan aktivitas para aktivis dakwah yang jika ada melakukan suatu kesalahan atau sesuatu yang tidak wajar.

Setelah memahami posisi berada dimana, maka selanjutnya baru menganalisis berbagai permasalahan dalam tataran jama’ah dan lembaga dakwah. Banyak hal yang bisa menjadi jawaban para aktivis dakwah agar lebih bisa menembus tantangan dakwah di kampus. Hal selanjutnya, yang bisa dilakukan adalah bagaimana membuat lembaga dakwah bisa memiliki internal yang solid dan kokoh, mampu satukan gerak langkah untuk mencapai visi misi bersama secara jelas, dan memiliki struktur yang mantap serta  kepahaman para aktivis dakwah akan amanah dan tanggungjawab. Setelah internal baik dan lancar, maka selanjutnya bisa dilakukan pencitraaan terhadap lembaga dakwah dan aktivis dakwahnya. Berusaha membangun citra baru yang lebih inklusif dalam pergaulan dan pandangan publik. Selain itu, perlu juga adanya re-marketisasi lembaga agar para aktivis dakwah kampus tidak hanya dipanggil dalam acara-acara baca do’a atau diminta meruqyah bila ada orang kesurupan. Tetapi ada harapan yang lebih yang mesti ditargetkan untuk kemajuan dakwah kampus.

Setelah lembaga kokoh dan solid serta kredibilitas sosial dalam lembaga dan aktivis terbangun, maka sudah saatnya figur aktivis dakwah kampus muncul menjadi pemimpin yang melayani (khadimul ummah) dan menjadi contoh bersama. Di sini dibutuhkan profil aktivis yang ideal dengan kepemimpinan efektif untuk mengulang kisah sukses para khalifah dalam rentang sejarah keemasan Islam. Terlebih jika dibangun dengan lebih dekat, akrab dan bersahabat.

*Penulis merupakan aktivis dakwah kampus dari Fakultas Ilmu Sosial Uiversitas Negeri Padang (FIS UNP). Sekarang ia juga diamanahkan sebagai Ketua Umum Badan Perwakilan Mahasiswa FIS UNP. Ia juga aktif di dakwah kampus lini siyasi.






Oleh: Azzuhfi Ilan Tinasar
Islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaannya itu terlihat dari pedoman hidup seorang muslim yaitu Al-Qur’an dan keteladanan telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Islam adalah agama yang syamil, kamil dan mutakamil, segala aspek kehidupan diatur dalam Islam dari bagaimana adab makan dan minum, menjaga kerbersihan hingga kepemimpinan dan kenegaraan (Daulah). Selain dari itu, kesempurnaan Islam diawali dengan menjunjung tinggi nilai-nilai keilmuan. Maka ilmu adalah bagian yang pokok dari seorang ulama.
Ulama adalah orang yang paling mencintai ilmu. Orang yang takut kepada Allah ialah orang-orang yang berilmu. Berdasarkan Al-Qur’an 35: 8 hanya orang-orang yang berilmu yang akan merasa takut kepada Allah”. Orang yang berilmu adalah orang yang mengetahui dan memahami kebesaran Allah, kekuatan dan keagunganya, merasa dirinya kerdil di hadapan kekuasaan Allah, dengan ini akan menimbulkan rasa takut kepada Allah. Jika takut telah timbul niscaya timbullah ketundukan.  Segala perintah-Nya dilaksanakan dan segala larangan-Nya dijauhkan. (Prof. Dr. H. Abdul Karim Amrullah (Hamka), 1984: 300-301).
Menurut Ulama besar Yusuf Qardawi, sesungguhnya problematika mendasar dari umat Islam adalah problematika ilmu. Kebangkitan umat harus diawali dari kebangkitan ilmu (tradisi ilmiah), lalu meraih obor ilmu peradaban. Kedekatanya para ulama dengan ilmu menjadikan inspirasi bagi umat islam untuk meneladani tradisi yang dilakukan oleh para ulama terdahulu. Sehingga apabila dilakukan tradisi ulama maka peradaban madani akan segera terwujud. Menurut penulis Ada dua tradisi  Ulama yang penting umat islam teladani adalah sebagai berikut:
Pertama, Cinta membaca. Perintah  membaca dalam Islam telah diajarkan Rasulullah saw semenjak ayat Al-Qur’an yang pertama turun “Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmulah yang maha mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya” (QS. Al-‘Alaq : 1-5).
Surat Al-‘Alaq diatas mendasari tradisi Ulama. Banyak para ulama tersohor yang melakukan tradisi ini diantaranya adalah Abu bakar Al-Anbari membaca setiap pekan sebanyak 100 lembar. Syekh Ali ath-Thantawi membaca 100-200 halaman setiap hari. Imam Asy-Syafi’i terjaga semalam sampai fajar dalam mempelajari satu hadits dan masalah. Malam-malam beliau isi dengan membaca, shalat dan belajar. Imam Bukhari menulis kitab Shahih-nya selama 16 tahun dan selalu shalat dua rakaat setiap kali menulis satu hadits, serta berdoa meminta petunjuk Allah swt. Sehingga karyanya menjadi rujukan  jutaan umat muslim didunia.
Mundurnya umat Islam era sekarang disebabkan salah satunya adalah kurangnya kecintaan umat islam terhadap ilmu. Buku adalah salah satu cara agar ilmu itu bisa didapatkan. Hal ini bisa dilihat dalam ralita terkini bahwa perpustakaan-perpustakaan minim para pengunjung. Dirumah dan dikamar umut islam tidak memiliki pustaka yang siap untuk dibaca. Jarang sepertinya ruang tamu yang dihiasi dengan koleksi buku yang rapi dan bervariasi. Sebaliknya ruang tamu dihiasi oleh lemari yang berisi guci dan patung-patung candi. Waktu seorang muslim banyak yang dihambur-hamburkan, padahal seharusnya seorang muslim memahami bahwa waktu adalah modal yang sangat fital untuk berkarya. Seharusnya antrean yang panjang dalam bank, bisa dimanfaatkan untuk membaca buku. Sebenarnya ada banyak manfaat membaca, diantaranya yang sangat sederhana adalah kita bisa melihat keindahan dasar samudera tanpa harus menyelamya dan kita bisa melihat keindahan bintang dan galaksi tanpa harus terbang keangkasa. Jadi sudah saatnya seorang muslim harus rajin membaca.
Kedua, Cinta Menulis. Menulis pada zaman Rasulullah sangatlah hidup. Setiap ayat Al-Qur’an turun, Rasulullah mmemerintahan kepada sahabat dekatnya untuk menulis, Zaid bin Tsabit, Ali bin dan Abi Thalib. Selain itu, Rasulullah saw menugaskan  Abdullah bin Said Ibnul Ash untuk mengajarkan tulis menulis di Madinah dan memberikan mandat kepada Ubadah Ibnush Shamit untuk mengajarkan tulis menulis. Jabir bin Abdullah r.a menempuh perjalanan sebulan penuh dari kota Madinah ke kota ‘Arisy di Mesir hanya mencari satu hadits. Ibnul jauzi menulis lebih dari seribu judul. Imam Ahmad menempuh perjalanan ribuan kilometer untuk mencari satu hadits.
Selain dari itu, Rasulullah mempunyai sekitar 65 sekretaris yang bertugas menulis berbagai hal khusus. Diantaranya, khusus menulis Al-Qur’an adalah Ali Bin Abithalib, Zaid bin Tsabit, Utsman bin Affan, dan Ubay bin Kaab. Khusus mencatat harta-harta sedekah depercayakan kepada Zubair bin Awwam dan Jahm ibnush Shalit. Masalah utang dan perjanjian lain-lain ditugaskan kepada Abdullah ibnul Arqam dan Al-Ala’ bin Uqbah. Bertugas mempelajari dan menerjemahkan bahasa asing (Suryani): Zaid bin Tsabit. Sekretaris cadangan dan selalu membawa stempel adalah Hanzhalah (Nuim Hidayat, 2009: 268)
Dalam  buku Prof. Dr. Mustafa Azami tentang hadits nabawi dan sejarah kodifikasinya mengisahkan bahwa Saad bin Jubair berkata “Dalam kuliah-kuliah Ibn Abbas, aku bisa mencatat dilembaran. Bila telah penuh, aku menuliskanya di kulit sepatuku dan kemudian ditanganku. Ayahku sering berkata “Hafalkanlah, tetapi sesekali tulislah.  Bila sampai dirumah tuliskalah. Dan jika engkau memerlukan atau tidak ingat lagi, bukumu akan membantumu” . Kekurangan dan kesulitan tidak menghalangi para ulama untuk menulis.
Menurut (Angelo, 1980:5), Menulis merupakan suatu bentuk berpikir, tetapi justru berpikir bagi membaca tertentu dan bagi waktu tertentu. Salah satu tugas terpenting sang penulis adalah menguasai prinsip-prinsip menulis dan berpikir, yang akan dapat menolongnya mencapai maksud dan tujuannya. Yang paling penting di antara prinsip-prinsip yang dimaksudkan itu adalah penemuan, susunan, dan gaya. Secara singkat belajar menulis adalah belajar berpikir dalam/dengan cara tertentu. 
Tradisi menulis mulai luntur dikalangan muslim padahal Islam yang sempurna sudah mengisyaratkan segala kegiatan dianjurkan untuk menuliskanya termasuk dalam bisnis. Firman Allah “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskanya” (Q.S. Al-Baqarah: 282). Menulis bisa membuat umur kita menjadi ‘panjang’. Imam Al-Bukhari menulis kitab pada abad ke-8, sedangkan nama beliau masih harum hingga abad sekarang yaitu ke-20, berarti umur nama beliau mencapai 12 abad atau 1200 tahun. Motivasi yang lain bahwa menulis adalah bagian dari dakwah islam (Dakwah bil Qalam).  Dengan menulis bisa memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada pembaca dan tulisan bisa dinikamati kapan saja. Benjamin Franklin (salah seorang presiden Amerika) mengatakan “Jika anda tidak ingin dilupakan orang segera setelah anda meninggal, maka tulislah sesuatu yang patut dibaca atau berbuatlah sesuatu yang patut diabadikan dalam tulisan”. Seorang politikus Amerika, John Taylor mengatakan “Pena adalah alat yang paling berbahaya, Jauh lebih tajam dari pada pedang”. Sorang novelis Inggris, Bulwer Lytton juga mengatakan “Dibawah Kekuasaan orang-orang besar, pena lebih tajam dibandingkan pedang. Karena kekuatan pedang mampu melukai tubuh, sedangkan pena akan mengobrak –abrik sejarah dan peradaban manusia. Maka menulis adalah aktivitas yang sangat penting dilakukan (Fadlan Al-Ikhwani 2009: 56-58).
Aktivitas membaca dan menulis bukanlah aktivitas anak TK saja, akan tetapi aktivitas yang harus dilakukan orang dewasa, terlebih pemuda intelektual yang memiliki pandangan kedepan tentang wajah bangsa dan negara. Umat Islam memilliki ribuan Ulama yang memiliki aktivitas peradaban yaitu membaca dan menulis. Mari teldani tokoh peradaban Islam Al-Jabar (Matematika), Al Khawarizmi, Ibnu Sina (Kedokteran), Ibnu Batutah (World Traveler), Ibnu Haitam (Optician), Ibnu Khaldun (The Muqqadimah), Ibnu Maskawaih (Ethics), Ibnu Taimiah (Reformist), At-tusi (Astronom), Abu Nuwas (Poetry), Alfarabi (Logician), Al-Ghazali (Philosopher), dan ulama abad ke-20 seperti Hasan Al-Bana, Sayid Qutb, Syekh Ahmad Khatib (Imam masjidil Haram dari minangkabau), Yusuf Qardawi, Mohammad Natsir, A. Hassan, Buya Hamka, Ahmad Dahlan, Hasyim Ashari dan masih banyak ulama lain yang bisa menginspirasi.
Selamat membaca dan menulis. Jadilah bagian yang membangun peradaban madani.

 
Biodata : Beliau bernama Azzuhfi Ilan Tinasar, merupakan alumni jurusan geografi FIS UNP. Sekarang ia sedang menimpa ilmu di kursus bahasa Inggris, Pare, Kediri, Jatim. Beliau pernah menjadi ketua umum Forum Studi Dinamika Islam FIS UNP dan juga Ketua Umum Unit Kegiatan Kerohanian (UKK) Universitas Negeri Padang periode 2012.



Saturday, January 11, 2014

Desain Cover Buku UCRF
Jejak Pikiran-Padang (Sabtu, 11/01/14)
 FSDI segera terbitkan buku kumpulan cerpen berjudul “Untaian Cinta di Rumah FSDI (UCRF). Buku tersebut merupakan buku perdana yang diterbitkan oleh Forum Studi Dinamika Islam Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang (FSDI FIS UNP). Penulis buku tersebut Aktivis Dakwah Kampus (ADK) FIS UNP.
Sebelumnya, BPK FSDI selaku penanggungjawab terbitnya buku tersebut telah membuka informasi proyek menulis buku lewat grup facebook, informasi saat agenda, sms kepada alumni dan pengurus FSDI. Dan tanggal 7 Januari 2014 adalah jadwal terakhir pengiriman naskah via e-mail dan inbox facebook. Akhirnya, didapati 13 orang penulis yang terdiri atas alumni dan pengurus FSDI.
 Selanjutnya, buku tersebut merupakan hasil dari proyek menulis yang dicetus oleh Bidang Pendidikan Keilmuan (BPK) FSDI FIS UNP tahun kepengurusan 2013. BPK FSDI merupakan bidang yang bergerak mensyi’arkan Islam pada ranah pendidikan dan keilmuan. Dalam ke-linian dakwah kampus BPK termasuk salah satu wadah lini ilmy (keilmuan).
Buku kumpulan cerita pendek (cerpen) “Untaian Cinta Rumah di FSDI” segera terbit berkat dorongan dan keinginan para alumni FSDI. Keinginan terdokumentasikannya berbagai kisah dan pengalaman yang dialami oleh alumni maupun pengurus FSDI selama berkecimpung dalam dakwah kampus. Apakah itu kisah dan pengalaman yang dibumbui dengan rasa senang, sedih, canda, haru, gelisah, suka, duka dan sebagainya. Semua terangkum dalam tiap lembar halaman dalam buku kumpulan cerpen pengalaman pendakwah di kampus merah UNP itu.
Saat ini tim publikasi BPK sedang melakukan proses lay-out. Dan Insya Allah buku ini akan di launching pada saat SKU (Sosialisasi, Konsolidasi dan Up Grading) pengurus FSDI tahun 2014 pada bulan Februari mendatang.
            “Kita berharap buku ini dapat dijadikan bacaan penambah girah (semangat) bagi pelanjut tongkat estafet dakwah FSDI ke depannya. Agar mereka tahu akan serba-serbi maupun lika-liku yang dialami oleh para penerus dakwah pada masa sebelumnya.“ Ujar Hasan Asyhari, penanggungjawab penerbitan buku tersebut. Memang, jalan dakwah itu tidaklah mulus, penuh akan onak-duri bahkan pengikutnya-pun juga bisa dihitung dengan jari. 
            Meskipun buku ini belum bisa diterbitkan dengan label ISBN, diharapkan buku-buku selanjutnya bisa diterbitkan oleh penerbit indie maupun mayor. Dengan demikian juga diharapkan bermunculan para penulis lainnya dari FSDI. Sehingga dakwah bil qalam, dakwah bil kitabah senantiasa berporos pada ranah kampus FIS dan UNP khususnya serta masyarakat luas secara umum.  Allahu Akbar!. Wallahu’alam bis shawab. (HA)

Tuesday, January 7, 2014



Sore itu (Minggu, 5 Januari 2014), Aziz meneleponi-ku. Namun, tak terjawab olehku teleponnya. Handphone tidak bersamaku waktu itu. Kebetulan aku taruh dalam lemari karena sedang membersihkan bak mandi di rumah-ku. Ku-coba membalas teleponnya melalui SMS (Short Message Service). Namun, juga tidak bisa terkirim. Jaringan kartu GSM-ku tidak bersahabat waktu itu. Lalu aku coba terus-menerus. Aku tak mau putus asa dan ingin sekali membalas rasa penasaran itu. Aku coba terus dan akhirnya jebol. (Isshh, kayak kanal lumpur di Sidoarjo aja.. hehe.. -red)
“Asslmkm, af1 ziz, tadi hp wak dalam lamari. Ado apo Ziz?” Bunyi SMS pertamaku berbahasa Minang.
San kami ka pai ka rumah San. Awak, bang Rian, bang Redo, Piki, Rusef dan Chandra.”  Balas Aziz juga berbahasa Minang.
“Hah, kok mendadak Ziz??”  Tanyaku terkejut. Hingga tak ada lagi sms Aziz yang muncul di layar HP-ku. Aku-pun kembali memulainya. 
“Kini dima Ziz?”  Balasku balik.
 “Di rumah wak,”  jawabnya singkat.
“Jam bara ziz ka rumah wak?” Tanyaku lagi.
“Jam 7,” balasnya.
Tiba-tiba muncul sms dengan nomor GSM yang berbeda.
“San, kami lah tibo. Shalat di masjid Tauhid.”  Bunyi sms itu.
“Ok, ditunggu!” Balasku yakin.
Tak beberapa lama setelah itu muncul, di depan rumahku datang satu motor. Ternyata mereka adalah Aziz dan Chandra. Lalu datang Piki dan Bang Redo. Kemudian datang Rusef dan Bang Rian. Kedatangan mereka cukup mengejutkan.
“Tadi katanya di masjid, kok mendadak datang,” utaraku dalam hati.
 Ibu-pun langsung menggelar karpet permadani merah, yang biasa kami gelarkan ketika ada tamu yang datang ke rumah. Aku dan orangtua menyuruh mereka masuk. Mereka juga bersalaman dengan orangtuaku. Tak berapa lama menduduki kursi tamu, Aziz mengusulkan shalat maghrib berjama’ah di masjid Tauhid. Masjid itu yang terdekat dari rumahku.
Usai shalat maghrib, kami kembali ke rumah. Setiba di rumah, Ibu menyiapkan empek-empek Palembang buatan pamanku. Dan gorengan khas Padangpanjang. Kami makan bersama sembari berbincang-bincang dengan orangtua-ku. Tak lama setelah itu. Kami foto bersama.
Sekian cerita singkat aku dan teman-teman wisma At-Takhwin ketika jaulah ke rumahku. Salam cinta cause Allah swt J.  Semoga ukhuwah islamiyah kami tetap terjaga hingga ajal menjemput. Semoga kita dipertemukan di Syurga-Nya nanti. Aamiin.

Monday, January 6, 2014

       Siang menjelang sore ini (Kamis, 2 Januari 2014), saya dan teman-teman IMAPABASKO (Ikatan Mahasiswa Padangpanjang, Batipuah, X Koto) sebenarnya cuma berencana menjenguk dua orang pengurus yang sedang sakit. Mereka adalah Tia dan Genta. Namun, ketika berada di rumah Genta, salah seorang pengurus punya usul untuk JJS (Jalan-jalan Sore) dengan sepeda motor  ke daerah Gunuang Rajo. Namun, karena berbagai hal destinasi ke daerah itu tidak jadi. Sehingga kami mengalihkan perjalanan ke daerah Koto Katiak, Ngalau. Tidak sekedar jalan-jalan kami juga berfoto di objek yang kami tuju itu. Bak sebuah tradisi di organisasi kami. Tiap kegiatan selalu di dokumentasikan. Perjalanan singkat kami ini diikuti oleh Roni, Wen, Icha, Wahyu, Amrizal, Hasan. Ada satu orang pengurus kami yang semula bersama kami namun ia  tidak ikut, namanya Yosi. Ia sudah terikat janji dengan orangtuanya. Sehingga sekitar pukul 16.00 WIB, ia udah balik ke rumahnya.
            Perjalanan awal dimulai dengan mengitari daratan bawah bukit tui. Dalam perjalanan kami sempat besorak-sorai dalam hati melihat indahnya ciptaan Tuhan. Pohon-pohon hijau di kanan dan kiri menghijaui mata kami. Tak lupa melirik para pekerja di pondok kapur yang  menghela perasaan kami kala itu. Melirik ke arah kanan, terlihat bungkahan batu kapur dan tumpukan karung goni putih berisi kapur menyoroti pandangan kami yang masih awam dengan suasana bawah bukit tui. Di sana kami juga melihat asap-asap pembakaran batu kapur yang bergumpal dan cukup menyumbati indera penciuman kami.
            Terus, terus berjalan. Kami sempati berfoto di jalan beraspal yang cukup lebar ruasnya. Di sisi kanan dan kiri terlihat tanah-tanah coklat gembur yang terpadat rapi. Tak banyak yang melewati jalanan itu. Serasa hidup di perkampungan sunyi. Sesekali kami melihat hewan-hewan peliharaan warga seperti kambing. Dan kami juga melihat beberapa orang pemuda sedang menarik anjing ke jalanan.
            Setelah itu, Amrizal mengusulkan pergi ke rumah Surya Deswita yang tak berapa jauh dari lokasi berada saat itu. Bertabur tawa dan kesenangan menikmati Ciptaan Tuhan. Kami-pun melaju ke rumah Dewi, panggilan akrabnya. Setiba di sana, kami disambut riang oleh Ibu dan Dewi sendiri. Kami tak langsung masuk ke dalam rumah Dewi. Sebab kami ingin ke parak (ladang) Dewi.
Ya, Dewi-pun paham dan langsung menemani kami ke parak amak-nya (ibu-nya). Berjalan melewati pematang bersemen hingga berjalan di atas pematang tak bersemen. Sebenarnya tidak masalah bagi kami selaku muda-mudi ini berjalan di atas itu. Hehe. Jiwa muda mesti dibangkitkan untuk melihat hal-hal yang natural. Di sisi kanan, kiri, depan dan belakang tersorot ladang-ladang warga dengan tanaman bawah perai, saledri, cabe, terong dan banyak lagi. Warga di sini lebih senang bertanam seperti itu. Ya, bak buah simalakama. Jika hasil cabe bagus dalam artian kualitas dan kuantitas maka bisa dijual dengan harga yang cukup mahal. Nah, dari sanalah kebanyakan mata pencaharian warga. Baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk sekolah anak-anak mereka.
            Tak lama kemudian, hari-pun sudah mulai malam, langit kelihatannya gak bersahabat lagi dengan kami. Kami-pun langsung pulang ke rumah Dewi. Beruntung saja kami tidak langsung pulang ke rumah masing-masing karena beberapa menit setelah itu hari hujan lebat. Hingga masuk waktu shalat maghrib, kami masih terkurung hujan lebat di rumah Dewi. Keluarga Dewi sangat baik kepada kami. Kenapa tidak, kami dilayani bak tamu baru kenal. The panas dan keripik kacang dipersembahkannya untuk kami. Suasana yang semula dingin beku berubah menjadi dingin panas. Kami juga dibuatkan mie rebus instan plus telur ayam ras yang dicelup ke dalam rebusan mie tadi. Tentu menambah girah (semangat) kami untuk makan. Apalagi di saat-saat hujan lebat, pasti rasa lapar tersinar dari wajah kami. Hingga pukul 19.30 WIB, Alhamdulillah hujan sudah reda. Kami-pun pulang ke rumah masing-masing. Terima kasih Tuhan, terima kasih teman-teman semua. Semoga kisah perjalanan ini akan berlanjut! Semoga kekompakan kita terus terjaga! AAMIINN. :)

Beberapa dokumentasi: