Sunday, May 27, 2012




Laporan Khusus

Terlihat Moderator sedang Menyampaikan Curiculum Vitae (cv) Panelis.
           Tiga kata tersebut merupakan tema dalam acara diskusi panel yang diadakan pada hari Sabtu, 26 Mei 2012 di ruang D81 FIS (Fakultas Ilmu Sosial) UNP. Acara ini diselenggarakan oleh Paradigma Sosiologi Antropologi, study club Historia FIS UNP dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) bekerja sama dengan Forum Peduli Masyarakat Peduli Sumbar. Sebelum acara pembukaan dimulai panitia memutarkan film tragedi trisakti dan semanggi tahun 1998 yang sempat memukau peserta yang sudah hadir dalam ruangan saat itu. Dalam diskusi panel tersebut tercatat jumlah peserta yang hadir sekitar 150 orang, baik peserta undangan maupun peserta yang sudah mendaftar sebelum hari H.
            Lalu acara dibuka oleh MC (Master of Ceremony) dan dilanjutkan dengan pembacaan kalam illahi oleh Uun Lionar (Sejarah,2010). Dan laporan dari ketua pelaksana Hendra Febriadi (sosiologi,2010), yang juga merupakan ketua pelaksana acara diskusi panel yang diselenggarakan oleh BEM FIS beberapa minggu yang lalu. “Diharapkan kepada seluruh peserta yang hadir tidak hanya mengharapakan sertifikat semata namun juga harus tahu arah reformasi itu dan apa yang akan kita lakukan sebagai mahasiswa ke depannya”, ungkapnya dihadapan peserta yang hadir. Lalu kata sambutan oleh pimpinan jurusan sejarah Hendra Naldi, S.S, M.Hum, yang juga merupakan aktivis ’98. Serta dilanjutkan dengan kata sambutan sekaligus pembukaan secara resmi oleh Dekan FIS yang diwakili oleh Emizal Amri, M.Si selaku pembantu dekan 1 (PD 1) tepat pada pukul 09.45 wib. Dalam kata sambutannya, Beliau sangat mengapresiasi acara ini dan ucapan terima kasih kepada panitia pelaksana. Setelah itu ditutup dengan pembacaan do’a oleh Hendri (Sejarah,2010).
            Kemudian MC memindahkan microfon ke tangan Fajrin selaku moderator diskusi panel saat itu. Acara yang diadakan di ruang ber-ac (air conditioner) itu didahului dengan perkenalan curiculum vitae (riwayat hidup) tiga panelis yakni dimulai dari H. Mohammad Ichlas El Qudsi S.Si, M.Si yang merupakan anggota DPR RI dan juga aktivis ’98, Hendra Naldi, S.S, M.Si. (ketua jurusan sejarah/ aktivis ‘98) dan terakhir Rahmadhatul Eka Putra (Ketua Badko HMI Sumbar). Setelah itu penyampaian gagasan dari ketiga panelis mengenai arah reformasi Indonesia yang sangat dihubungkan dengan periode ’98 dengan masa kini. Kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi atau tanya jawab namun satu orang panelis Mohammad Ichlas (Michel saapan akrabnya), minta izin tidak bisa menerima pertanyaan dari peserta karena ada agenda juga di Unand yang sudah terjanjikan juga sebelumnya. Meskipun demikian tak membuat surut peserta yang hadir untuk bertanya terhadap kedua panelis yang masih berada dalam dempetan meja di depan ruangan itu.Terlihat cukup tinggi antusias peserta dalam mengikuti acara diskusi panel tersebut terbukti dari berbagai pertanyaan dan tanggapan yang diajukan kepada para panelis. Selain panelis, sekretaris jurusan sosiologi Nora susilawati, S.Sos, M.Si juga  memberikan sumbangsih pemikirannya dalam sela-sela diskusi tersebut. 
             Di akhir tanya jawab panelis menyimpulkan dari seluruh pertanyaan dan tanggapan peserta bahwa reformasi Indonesia belum selesai, reformasi yang terjadi tahun 1998 adalah baru reformasi politik dan sedikit ekonomi sedangkan untuk reformasi hukum dan moral bangsa masih belum reformasi. Jadi, di tangan mahasiswa sebagai agent of change (agen perubahan) yang dapat merubahnya sesuai dengan rambu-rambu ataupun etika yang sewajarnya dalam dunia akademik. Maka dari itu pertegas ideologi masing-masing individu dan aktifkan program back to campus (kembali ke kampus) dalam artian turut berkontribusi dalam mengena tatanan sistem yang seharusnya demi tercipta azaz transparansi (keterbukaan). Sekitar pukul 12.30 wib acara berakhir dengan penyerahan doorprize untuk tiga orang peserta yang beruntung dan juga kenang-kenangan kepada panelis saat itu. (HIC: Hasan Asyhari)

                Tak bisa dipungkiri lagi reformasi yang muncul pasca tragedi trisakti dan semanggi tahun 1998 belum sepenuhnya sudah reformasi. Meskipun saat sekarang kita sudah merasakan reformasi dalam segi politik di mana kebebasan untuk mengkritisi pemerintah (pejabat) sekalipun sudah diperbolehkan dengan aturan yang sopan dan sedikit ekonomi. Namun dalam segi hukum, adab (moral) boleh dikatakan masih belum ada reformasi. Lihat saja berita terbaru ketika pemerintah memberi grasi hukuman kepada seorang pemakai dan pengedar narkoba asal Australia menunjukkan manakah reformasi? Akankah pemerintah akan selalu mudah tergiur dengan rayuan pihak ketiga? Pertanyaan sengit lagi, mau dibawa kemana hukum saat ini?.  Nah, tentu dari tangan-tangan handal para pemuda Indonesia khususnya mahasiswa.
Meskipun tindakan anarkisme seperti tahun 1998 tidak akan pernah bisa dilakukan sebab sudah ada ketentuan-ketentuan atau etika dalam berdemo yang ditetapkan dalam UU. Jika hal serupa dilakukan maka sebagian perguruan tinggi baik negeri maupun swasta sudah menyiapkan sebuah plang. Jika terlibat hal semacam itu maka akan di DO (dikeluarkan) dari kampus tersebut. Oleh karena itu, sebagai pemuda yang berintelektual saatnyalah untuk merubah reformasi dalam bidang lain seperti hukum,moral,dsb agar di reformasi dalam bentuk gagasan atau tulisan yang setidaknya menjadi saran, kritik serta solusi terhadap hukum dan penegakan hukum dan moral bangsa Indonesia. Banyak mass media (media massa) yang bisa digunakan seperti bentuk opini atau artikel di koran lokal maupun nasional. Harapannya dengan cara itu image anarkisme terhadap mahasiswa tidak akan terulang lagi dan perlu digaris bawahi bahwa cara kekerasan adalah bukan merupakan cara yang selalu menuntaskan masalah bangsa ini. Hidup mahasiswa!!! (Hasan Asyhari)

Friday, May 18, 2012

            Padang Panjang, 17 Mei 2012

Hamba lalai dari ayat-ayat Mu
Hamba dari perintah Mu
Hamba dari petunjuk Mu
Hamba dari peringatan Mu

 
Astaghfirullah…

Penyesalan ini telah tiba
Penyesalan ini telah membayang
Penyesalan ini telah muncul
Penyesalan ini telah berkibar

Oh, Tuhan…

Beri hamba petunjuk Mu
Beri hamba hidayah Mu
Beri hamba lindungan Mu
Beri hamba ampunan Mu

Hanya kepada Mu lah tempat hamba mengadu…


            Padang Panjang, 17 Mei 2012

Awalnya ku diajak      
Awalnya ku dibujuk
Awalnya ku dibayangi
Awalnya ku dihibur

Akhirnya ku terpukau
Akhirnya ku terasing
Akhirnya ku terbuai
Akhirnya ku terjebak

Dalam untaian kepalsuan
Dalam untaian kedustaan
Dalam untaian kehinaan
Dalam untaian kedosaan



Wednesday, May 16, 2012


sumber: maedapur.blogspot.com
Selamat pagi!!, itulah kata-kata yang keluar dari mulut  sang bocah.  Dengan penuh senyuman dia keluar dari rumah untuk memulai aktivitas dengan membawa beberapa kue buatan ibunya yang di kenal dengan nama” kue ubi kukus “.
                Dengan berjalan bahagia dan terus menawarkan kue buatan ibunya sambil bernyanyi. Sang bocah melihat sosok pria gagah yang seperti tergesa gesa, lalu sang bocah menghampiri pria tersebut dan  berkata, “ Om,, ini ada kue ubi kukus masakan ibuku ? “maaf dik , saya mau makan nasi dan tidak butuh jajanan seperti ini,” kata pria itu menolak. Sang bocah berharap pria tadi membeli  kue ubi kukus buatan ibunya.
                Tak disadari sang bocah selalu mengikuti pria itu hingga dia masuk ke dalam sebuah rumah makan Padang. Namun sang bocah masih saja berdiri di luar sambil melihat pria tersebut dengan penuh harapan. Setelah beberapa lama pria itu selesai menyantap makanannya  dan membayar makanan yang telah disantapnya di kasir, saat pria itu menutup dompetnya, sang bocah menghampiri pria itu dan telah berada di sampingnya sambil menyodorkan makanan tadi dan pria berkata, “ dik, saya sudah kenyang , apa kamu tidak melihat saya sudah selesai makan ?.” Sang bocah terus mengikuti pria itu, dan berkata,  “makanan ini bisa dibawa buat oleh-oleh pulang om.” Kemudian pria itu berkata sambil mengeluarkan beberapa helai uang kertas puluh ribuan. “Baiklah , saya tidak membeli makanan ini , namun ambil lah uang ini , sebagai sedekah dari saya,” balas pria itu dengan senangnya. Beberapa lama setelah itu, Sang Pria melihat sang bocah memberikan uang pemberiannya  tadi kepada seorang pengemis yang berada tak jauh dari rumah makan Padang tempat sang pria makan tadi.
                Pria itu memperhatikan sang bocah, dia merasa heran dan sedikit tersinggung. Dan dia berkata dengan rasa ingin menegur, “hai bocah, kenapa uangnya kamu berikan kepada pengemis itu? Bukannya kamu butuh uang.  Kenapa setelah uang ada di tanganmu, malah kamu berikan kepada si pengemis itu?”. “ Om, maaf om, jangan marah ya.. Ibu saya mengajarkan kepada saya jika mendapatkan uang hanya dari hasil jualan makanan bukan dari mengemis. Kue ini dibuat oleh ibu saya sendiri, jika saya menerima uang dari Om bukan hasil dari menjual kue. Tadi Om bilang, uang sedekah, maka uangnya saya berikan kepada pengemis itu.
                Dan pria itu merasa takjub dengan perkataan sang bocah, kemudian pria itu berkata. “ Baiklah, berapa banyak kue yang kamu bawa? saya borong semuanya untuk oleh-oleh pulang,“ sang bocah langsung menghitung dengan gembira. Sambil menyerahkan uang ,sang pria berkata,“ terima Kasih dik, atas pelajaran hari ini. Sampaikan salam saya pada ibumu.” Meskipun sang bocah tidak mengerti tentang pelajaran apa yang dikatakan pria tadi, dengan gembira diterimanya uang itu sambil berucap, terima kasih Om, ibu saya pasti bakalan bahagia sekali, hasil jerih payahnya dihargai dan itu sangat berarti bagi kehidupan kami. (HASAN ASYHARI DAN KHAIRIYATUL ISRA)

                                         sumber: antarnews.com
Jika dilihat dari kaca mata sosiologi, nasionalisme merupakan rasa simpati akan kecintaan terhadap nasional (negara) sendiri. Terkadang konsep ini disalah artikan oleh sebagian orang, tak sedikit kaum intelek yang mampu mengaktualisasikan dirinya terhadap negara tercinta ini (Indonesia). Aktualisasi rasa simpati akan kecintaan terhadap negara Indonesia sebenarnya sudah terlihat sejak dahulu. Ketika tahun 1928 para pemuda di seluruh daerah di Indonesia mengazamkan untaian kata yang dikepung dalam sebuah  nama yakni  Sumpah Pemuda.
            Tak sedikit nama Indonesia harum oleh tangan para pemuda. Sebut saja dalam ajang olimpiade-olimpiade sains tingkat nasional dan internasional. Itu hampir semua diraih oleh para pemuda Indonesia mulai dari pelajar SD, SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi. Hal demikian secara tidak langsung sebenarnya sudah menunjukkan bentuk nyata dari aktualisasi nasionaliseme terhadap negara Indonesia. Melalui berbagai iven-iven yang diikuti anak bangsa dan meraih prestasi itulah bukti konkretnya. Namun terkadang rasa Nasionalisme itu tidak dimiliki oleh semua pemuda. Lihat saja kasus narkoba yang kebanyakan dikonsumsi oleh para pemuda. Sehingga hal tersebut akan menjadikan nama negara ini menjadi buruk dalam pandangan negara-negara di dunia. Meskipun upaya untuk menyembunyikan hal itu  sudah dilakukan namun kehidupan tak akan bisa lepas dari yang namanya mass media (media masa).
            Sungguh miris jika pemuda Indonesia tidak dapat menjaga pola tingkah lakunya, maka akan merusak makna dari nasionalisme itu sendiri.(Hasan Asyhari)

Sunset di Pantai Patenggangan

Patenggangan merupakan nama yang tak asing lagi bagi mahasiswa UNP yang tinggal di sekitar jalan Patenggangan, Air Tawar Barat karena di pinggir jalannya terdapat  pantai yang cukup indah. Pantai Patenggangan namanya, pengunjung pantai ini tak kalah saing dengan pantai-pantai yang sudah populer namanya, sebut saja pantai gondoriah di kota Pariaman. Meskipun fasilitas di pantai ini kurang memadai namun tak membuat surut orang-orang yang mengunjunginya. Tak hanya dari kalangan mahasiswa yang berkunjung sehabis pulang kuliah demi membalas rasa penatnya, namun juga para pelajar, orang dewasa hingga orang tua sekalipun. Terlihat sekali ketika penulis berkunjung ke pantai tersebut, penulis melihat berbagai macam aktifitas yang dilakukan orang disana. Ada yang bermain air, membuat bangunan dari pasir, bermain sepak bola pantai, berfoto-foto dan ada pula remaja yang lagi bermesraan dengan lawan jenisnya.
Dari kaca mata ilmu sosiologi, lebih mudah dilihat fenomena-fenomena dari masyarakat atau aktifitas orang-orang yang ada di pantai tersebut. Pantai Patenggangan ini lebih ramai jika berkunjung di waktu sore maklum saja karena sore adalah waktu yang pas untuk melakukan refreshing dari berbagai aktifitas harian yang dilakukan. Di sekitar bibir pantai terdapat beberapa rumah penduduk yang menetap di sana. Tak terbayang oleh penulis akan ketakutan dan kecemasan yang mereka rasakan apabila gempa dengan skala besar terjadi. “Uuh,sungguh mengerikan tentunya!!”. Dengan perasaan cemas dan pikiran yang tak karuan akan muncul dari sikap para penduduk yang tinggal di sana. Penulis melihat anak-anak yang bermain di depan rumahnya. Hal ini menunjukkan banyak nya keluarga yang boleh dikatakan kurang mampu dan tak memiliki biaya lebih yang tinggal di sana. Bagaimanapu mereka harus tetap tinggal di sana sekaligus sebagai tempat tumpuan hgidup mereka karena sebagian keluarga yang tinggal di sana adalah berprofesi sebagai nelayan.
Semoga saja perhatian pdari pemerintah terhadap keluarga-keluarga yang tinggal di sekitar pantai tersebut dapat di relokasikan ke tempat yang lebih aman nantinya, apalagi ketika gempa besar terjadi. Allahu’alam bishawab. (Hasan Asyhari)

Tuesday, May 15, 2012

                                       sumber: zynote.blogspot.com
            Itulah kata-kata yang keluar dari teman-teman saya di kampus, ketika kami berbincang-bincang mengenai anak jalan. Masing-masing dari kita beradu pendapat atau argument yang berbeda-beda berdasarkan teori yang sangat mereka pahami, ada yang melihat dari teori A, B, C dan lain-lain. Maklum saja, karena saya dan teman-teman adalah mahasiswa Sosiologi yang sanagat akrab dengan berbagai teori. Saat ini di bangku perkuliahan saya sedang memakan puluhan teori-teori dari para ahli sosiologi (sosiolog) tanpa harus patuh akan teori-teori yang disampaikannya. Berbagai teori-teori saya pelajari mulai dari teori klasik, modern hingga post modern.
            Tak jarang ketika saya melihat sebuah fakta atau realita di tengah masyarakat. Saya langsung melihat bentuk nyata dari teori yang saya pelajari. Sebut saja mengenai pengemis yang meminta-minta di sekitaran luar kampus . Dalam realita tersebut saya menghubunginya dengan teori Dramaturgi oleh Ervin Goffman. Teori yang melihat bagaimana peran dari aktor (pengemis) ketika berada di panggung depan, saat mengemis di hadapan khalayak ramai dengan panggung belakang, ketika pengemis tidak berada di hadapan khalayak ramai. Yang tujuannya bukan untuk memainkan peran bak sebuah drama di atas panggung drama (pentas) namun guna mempertahankan citra dalam masyarakat. Dalam mengemis belum tentu mereka benar-benar seorang yang sangat miskin akan keadaan hidup. Hal itu saya jumpai ketika di saat pengemis tadi menggunakan handphone yang memiliki fiture yang cukup canggih di belakang sebuah taman di pusat kota.
            Adapula realita lainnya, saya jumpai ketika menjumpai seorang karyawan tata usaha di gedung fakultas tempat saya kuliah. Karyawan yang bertubuh gemuk dan berjilbab itu kelihatan  kiler dan menakutkan ketika saya berinteraksi dengannya dalam sebuah urusan. Wajahnya yang kelihatan ingin marah selalu dan suara yang agak keras dan kasar. Saya dapat memahami dari simbol-simbol yang diperlihatkan bahwa dia orang yang keras, tegas, tidak suka bertele-tele. Jika dikaitkan dengan teori sosiologi, realita seperti itu merupakan teori Kekerasan Simbolik yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu. Dengan simbol sikap yang ditampilkan tadi saya dapat menafsirkan akan dia, meskipun belum tahu apakah kepada saya saja dia seperti itu ataupun ke seluruh mahasiswa di fakultas saya yang berinteraksi dengannya. Sebagai mahasiswa jurusan sosiologi saya sangat mudah melihat fenomena-fenomena atau realita dari teori-teori yang saya pelajari dari bangku perkuliahan karena sangat erat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Dari teori tadi dapat ditangkap berbagai realita yang ada dalam masyarakat, namun jangan sampai termakan akan teori-teori yang akan merusak kaidah (keyakinan) kita kepada sang khalik.(HASAN ASYHARI, Mahasiswa Jurusan Sosiologi FIS UNP)
                                                                 sumber: solmit.com
            TMO (Training Management of Organization) merupakan salah satu program kerja dari Departemen Kaderisasi dan Pengembangan Anggota (DKPA) FSDI FIS UNP, guna sebagai follow-up terakhir bagi laskar muda FSDI (Forum Studi Dinamika Islam) sebagai penambah wawasannya dalam berorganisasi. TMO tahun 2012 ini berkolaborasi dengan FSIO (Forum Studi Islam Olahraga) FIK UNP. Acara ini berlangsung selama dua hari yakni dari tanggal 5-6 Mei 2012 yang bertempat di lokal T25 (GL/GM) UNP. Acara ini diikuti sekitar 45 orang peserta ikhwan (laki-laki) maupun akhwat (perempuan) yang berasal dari berbagai jurusan dan prodi yang ada di FIS (Fakultas Ilmu Sosial) dan FIK (Fakultas Ilmu Keolahragaan) UNP dan juga dihadiri oleh undangan yakni Rahayu (Ketua Umum BPM FIS UNP) dan Helfarianto (perwakilan HMJ Sejarah,FIS UNP).
            Acara yang dimulai pukul 08.30 wib ini dibuka oleh MC (Master of Ceremony) Rizal Lisamora (FIK,2010), pembacaan kalam illahi (Piki Setri Pernantah) yang merupakan koordinator Dept.Humas dan Jaringan FSDI dan juga salah seorang calon pengajar di Surau Bagonjong Mengajar. Kemudian kata sambutan oleh Abdul Aziz selaku ketua pelaksana TMO tahun ini. dan pembukaan secara resmi oleh DPP (Dewan Penasehat Pengurus) Azzuhfi Ilan Tinasar (Geografi,2008) yang juga merupakan Ketua Umum UKK (Unit Kegiatan Kerohanian) UNP ini. Dan terakhir do’a yang dibacakan oleh Ilham (FIK,2010). 
            Selanjutnya Ice Breaking yang dipandu oleh Chandra Perwira Negara yang merupakan koordinator dari departemen yang mengangkat acara ini. Dan lanjut, pada materi pertama mengenai Pengenalan dan  Motivasi Organisasi oleh Mas Agung Pambudi. Di mana dalam materi tersebut pemateri memberikan berbagai game maupun simulasi ringan kepada peserta saat itu. Dalam TMO kali ini terdapat tujuh materi yang berbeda dengan tujuh pemateri yang berasal dari aktivis kampus maupun trainer yang didatangkan dari luar kampus sendiri. Dengan adanya TMO diharapkan kepada laskar muda yang sebentar lagi akan dimasukkan dalam kepengurusan  sebagai staf khusus FSDI tahun 2012 agar dapat lebih cerdas lagi dalam berorganisasi. (Hasan Asyhari)

             Senin pagi (7/5), Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) Fakultas Ilmu Sosial (FIS) mengadakan acara sidang LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIS UNP di ruang sidang lantai dua FIS. Sidang LPJ itu dihadiri oleh beberapa orang pengurus BPM dan juga hampir semua pengurus BEM FIS UNP periode 2011/2012 serta satu orang perwakilan HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) Sejarah.
            Sidang Laporan Pertanggung Jawaban yang disingkat LPJ merupakan sidang terhadap laporan dari kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan suatu organisasi baik kegiatan yang terlaksana maupun tidak serta bagaimana dengan rincian kegiatannya seperti rincian panitia dan dana yang dibutuhkan saat acara.  Untuk itu BPM (Badan Perwakilan Mahasiswa) Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UNP selaku badan legislatif mahasiswa tingkat fakultas berkewajiban mengevaluasi berbagai kegiatan yang dilaksanakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) antara lain melalui Progress Report. Hal ini bertujuan untuk melihat seberapa perkembangan BEM dari setengah periode perjalanan BEM baik dalam kepengurusan maupun kegiatan-kegiatan atau program kerja yang sudah dilaksanakan. Setelah tahap itu, akhir dari kepengurusan BEM FIS diadakan sidang LPJ BEM FIS oleh BPM yang diikuti oleh seluruh pengurus BEM FIS, seluruh pengurus BPM dan juga seluruh perwakilan HMJ se-FIS.
            Setelah penyampaian draft LPJ oleh ketua BEM FIS, Matur Prasojo. Lalu diadakan sesi Tanya jawab di mana setiap peserta siding boleh bertanya ataupun menanggapi  LPJ yang sudah dilaporkan tadi. Setelah itu pimpinan sidang menyuruh seluruh pengurus BEM untuk keluar ruang sidang dalam beberapa menit karena dari BPM dan perwakilan HMJ se-FIS akan melakukan rapat internal dalam  mengambil keputusan dari hasil LPJ tersebut apakah diterima, ditolak atau diterima namun bersyarat. Akhirnya setelah mengingat, menimbang dan akhirnya diputuskan LPJ BEM FIS periode 2011/2012 diterima namun bersyarat. Dengan batas waktu tanggal 15 Mei 2012, dari BEM harus menyerahkan perbaikan dari LPJ yang sudah dibuat sebelumnya sesuai keputusan rapat internal tadi. Jika lewat dari tanggal yang ditetapkan bisa  saja LPJ BEM FIS periode 2011/2012 di tolak. (Hasan Asyhari)

           
                                                            sumber: Sidomi.com
            Suju (Super Junior) adalah grup band yang seluruh personilnya adalah laki-laki. Boy Band nama akrab untuk grup band seperti itu. Kedatangan Boy Band Suju untuk melakukan konser ke Indonesia mendapat antusias dan apresiasi tinggi dari para fans Suju di Indonesia terutama kalangan remaja wanita. Konser yang berlangsung dari tanggal 27 hingga 29 April 2012 ini dipromotori oleh showmack, pihak yang mengundang Suju untuk konser di Jakarta. Konser yang berlangsung selama tiga hari berturut-turut ini diadakan di MEIS (Mata Elang International Stadium) Ancol, Jakarta.
            MEIS yang berkapasitas untuk 10 ribu orang ini menjadi tempat pemfokusan acara Konser Suju di Jakarta. Jika dihitung selama tiga hari mengundang sekitar 30 ribu orang dengan tiket yang bervariasi tergantung dari fasilitas yang didapat para penonton mulai dari harga tiket Rp.500.000,- hingga Rp.2.000.000,-. Tak hanya para remaja wanita yang mendominasi namun juga para artis Indonesia hingga para mahasiswa yang tersebar di berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di Indonesia.
            Personil Suju yang pada awalnya berjumlah 13 orang, saat Konser di Jakarta hanya 9 orang yang tampil di hadapan penonton. Kabarnya satu orang personil dari Cina sudah keluar dari grup, dua orang lagi mengikuti agenda wajib militer yang merupakan program dari pemerintah Korea bagi setiap laki-laki di negara gingseng tersebut. Lagu Suju yang berjudul,”Sorry-sorry” merupakan salah satu judul lagu Suju yang sangat populer. Tak sedikit para fans Suju yang menyanyikan lagu tersebut baik di rumah, di kafe, di kampus hingga di kamar mandi sekalipun.
            “Konser Suju kurang lengkap tanpa lighting (cahaya) yang harganya sekitar 130 ribuan kalau dibeli di tempat konser,” ujar Fitri salah seorang fans Suju asal kota Padang yang juga menghadiri konser Suju pada hari ketiga. Cewek yang senang memakai segala aksesoris yang berbau Suju ini mengungkapkan kesannya saat menonton konser Suju yakni ketika dia bisa bertemu langsung dengan wajah asli para personil Suju dan ketika mereka menyanyikan lagu “Our Love”, ujarnya saat dijumpai di ruang kuliah. (Hasan Asyhari)